Apa yang Anda bayangkan tentang pekerjaan keren? Atau, apa yang dulu Anda bayangkan tentang pekerjaan keren?
Seorang teman saya bercerita bahwa saat pulang ke Indonesia dan bekerja di industri manufaktur Jepang, ia sempat merasa kurang bersemangat. Kenapa? Ia bekerja di pabrik, memakai seragam yang sama dengan yang dipakai buruh.
Padahal tadinya ia membayangkan akan bekerja pakai dasi, bahkan dengan setelan jas, di kantor mewah, di derah elit pusat bisnis. Apakah pekerjaan yang sesuai dengan gambaran itu? Salah satunya adalah petugas resepsionis hotel.
Waktu baru mulai bekerja di perusahaan, saya membuka lowongan untuk staf administrasi di kantor. Beberapa orang saya hubungi, kami buat janji untuk wawancara. Tapi sebagian dari mereka ada yang tidak datang wawancara. Kenapa?
Kata staf saya, mungkin mereka enggan setelah mendatangi kantor kami. Kantor kami waktu itu memang tidak berada di daerah perkantoran elit Jakarta. Konon, banyak calon karyawan yang hanya mau bekerja di daerah elit tersebut. Tidak sedikit karyawan yang sudah bekerja lantas berhenti. Alasannya, pekerjaan mereka tidak keren.
Setiap orang punya impian atau bayangan tentang pekerjaan yang dia anggap keren. Hanya saja, ada bayangan yang sahih, ada yang tidak.
Bayangan yang tidak sahih biasanya hanya berfokus pada hal-hal yang bersifat kulit luar, seperti soal-soal yang disebut kawan saya tadi. Sebaliknya, bayangan sahih berfokus pada hal-hal yang lebih substansial.
Bagaimana pekerjaan yang keren secara substansial?
Pertama, ia berbasis pada suatu keahlian dan keterampilan. Yang membuat pekerjaan itu keren adalah jalan yang ditempuh untuk mencapainya.
Kita membangun keahlian hingga layak untuk bekerja di tempat itu. Kita keren karena sudah menempuh jalan panjang untuk sampai di situ, lalu membuktikan bahwa kita memang layak.
Apapun pekerjaan dan posisi kita, tidak akan keren bila kenyataannya bahwa kita sebenarnya bukan orang yang kompeten. Kita mendapat pekerjaan atau naik jabatan karena pengaruh orang tua, teman, atau hasil dari menjilat atasan.
Kedua, pada pekerjaan itu kita menjadi tumbuh dan berkembang. Kita tidak mati dan jadi fosil di situ. Keahlian kita bertambah. Tidak hanya itu, kita mampu menumbuhkan keahlian orang-orang di sekitar kita.
Banyak orang yang merasa keren, kemudian lalai dengannya. Ia merasa sudah tidak perlu belajar lagi. Lebih parah lagi, ia merasa hanya dialah yang bisa, sehingga tidak membagi keahliannya untuk membantu orang lain berkembang.
Ketiga, kita menjadi orang yang bermanfaat pada pekerjaan tersebut. Pekerjaan kita menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, dan kita secara pribadi berkontribusi dalam menghasilkan manfaat tersebut.
Tidak sedikit orang yang bekerja pada posisi mentereng, tapi sebenarnya ia hanya berkontribusi kecil saja dalam pekerjaan itu.