JAKARTA, KOMPAS.com - Amir Jao dan mitranya yang berasal dari China susah payah keliling pulau Sulawesi untuk mencari lokasi membangun smelter nikel pada tahun 2014. Akhirnya, mereka menjatuhkan pilihan kepada Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan.
"Kami diperlakukan seperti tamu. Bupati datang kepada kami dan bertanya bagaimana ia bisa membantu. Selama sesuai dengan aturan, ia tidak masalah," ujar Amir, pemegang saham Huadi Nickel-Alloy Indonesia, mitra Shanghai Huadi Industrial Co seperti dikutip Bloomberg, Kamis (14/4/2016).
Investasi yang hadir ke kabupaten yang relatif tidak terlalu besar seperti Bantaeng ini merupakan hasil dari program desentralisasi paling dalam di dunia.
Uang dan kekuasaan menyebar ke kawasan-kawasan terpencil Indonesia, memungkinkan pejabat lokal dapat memperkenalkan investasi ke daerah yang selama ini tak tersentuh bisnis.
Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah adalah salah satu kepala daerah yang melakukan hal ini. Menurut Nurdin, ia mencoba mengubah pola pikir masyarakat yang selama ini mencari nafkah hanya dengan bertani, berladang, atau berternak.
"Bantaeng itu kecil, kalau kami hanya bertani, kami tidak bisa bertahan. Saya mencoba untuk mengubah pola pikir masyarakat di sini dan mengembangkan apa yang kami punya," ujar Nurdin.
Smelter yang dibangun oleh Huadi Nickel dengan nilai 150 juta dollar AS sudah hampir rampung.
Smelter ini dilengkapi alat jetty untuk membongkar ore atau bahan mentah dari tambang di Indonesia dan mengekspor konsentratnya.
Pusat kota Kabupaten Bantaeng yang memiliki populasi 172.000 jiwa berada di antara laut dan perbukitan.
Pendatang yang mengunjungi kota ini pasti akan terkagum dengan kebersihan jalan-jalan raya, buah ketekunan para pekerja yang menyapu jalan.
Bantaeng juga memiliki layanan kesehatan yang jempolan, salah satunya adalah layanan ambulans gratis.
Ambulans ini akan menjangkau warga dengan keluhan kesehatan apapun, termasuk yang membutuhkan penanganan darurat dalam waktu 20 menit saja.