Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ingat, Tiga Fase pada Proses KPR Ini Berpotensi Rugikan Konsumen!

Kompas.com - 14/04/2016, 20:13 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam penelitiannya memperoleh beberapa temuan terkait Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang dapat merugikan konsumen. Masalah ditemukan di tiga fase, yakni pratransaksi, proses transaksi, dan pascatransaksi. 

Koordinator Pengaduan dan Hukum YLKI Sularsi mengatakan, pada fase pratransaksi, konsumen tidak memiliki pilihan bank karena pengembang telah bekerja sama dengan bank tertentu. "Bank telah melakukan kerja sama dengan developer. Jadi developer sudah memilih bank yang boleh untuk memberikan KPR. Jadi hak pilih konsumen tidak dapat dilakukan," kata Sularsi di Jakarta, Kamis (14/4/2016).

Pada proses transaksi, konsumen tidak mendapat informasi lengkap mengenai bunga. Sehingga, konsumen hanya memahami jika bunga yang diterima bersifat flat alias tetap. Padahal, bunga berubah untuk beberapa tahun kemudian. "Terkait dengan bunga, bunga yang awalnya flat satu sampai ke tiga tahun pada tahun empat berlaku efektif yang tidak diinformasikan sejak awal," jelas Sularsi.

Rupanya, kenyataan ini juga berlaku pada konsumen yang membeli rumah melalui take over. Salah satunya take over sebelum tiga tahun angsuran, angsuran ke empat bunga berubah efektif itu yang tidak diketahui konsumen take over," terang Sularsi.

Di dalam fase pascatransaksi, jika gagal bank langsung meminta developer untuk melakukan pembelian kembali. Sementara, konsumen tidak mendapatkan hasil kembali cicilan yang sudah dibayarkan atau dianggap hangus.

Masalah lain juga terjadi ketika konsumen melakukan pelunasan lebih awal. Salah satu masalah yang ditemukan adalah ketika konsumen meminta haknya yakni sertifikat justru sertifikat tidak berada di bank yang memberikan fasilitas KPR atau berada di bank lain. "Ini yang terjadi yang kami dapatkan dari sisi konsumen waktu mendapatkan KPR di bank, dia mau lapor pelunasan awal, kemudian dia meminta haknya mendapatkan sertifikat tapi di bank lain. Ini terjadi praktik ada dugaan sertifikat diagunkan bank lain," tutur Sularsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com