JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan surplus neraca perdagangan kuartal-I 2016 tercatat sebesar 1,65 miliar dollar AS.
Surplus neraca perdagangan pada Maret 2016, melanjutkan surplus bulan-bulan sebelumnya.
Kendati begitu, Kepala BPS Suryamin menerangkan, secara kumulatif (Januari-Maret) surplus tahun ini lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu.
"Pada kuartal-I 2015 surplus neraca perdagangan sebesar 2,31 miliar dollar AS," kata Suryamin dalam paparan, Jakarta, Jumat (15/4/2016).
Artinya, jika dibandingkan periode 2015, surplus neraca perdagangan kuartal-I 2016 mengalami penurunan hampir 30 persen, atau sebesar 28,6 persen.
Suryamin menambahkan, meskipun turun dibanding kuartal-I 2015, akan tetapi jika dibandingkan dua tahun sebelumnya, terlihat peningkatan surplus.
"Surplus Januari-Maret 2014 sebesar 1,068 miliar dollar AS. Sedangkan neraca perdagangan Januari-Maret 2013 justru mengalami defisit sebesar 234,9 juta dollar AS," imbuh Suryamin.
Sementara itu surplus neraca perdagangan pada bulan Maret 2016 saja tercatat sebesar 490 juta dollar AS.
Surplus neraca perdagangan bulan Maret drop hampir 60 persen dibandingkan surplus neraca perdagangan Februari yang sebesar 1,14 miliar dollar AS.
Deputi Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, penurunan surplus neraca perdagangan Februari ke Maret terutama disebabkan penurunan ekspor ke India dan China.
"Harga batubara dan CPO naik. Pembeli terbesar kita adalah China dan India. Pembelian berkurang. Itu penyebab utama penurunan surplus month to month," kata Sasmito.
Selain itu, dia mengonfirmasi ada juga pengaruh penguatan kurs rupiah terhadap dollar AS. Dengan adanya penguatan ini, maka produk-produk asal Indonesia menjadi lebih mahal di pasar global.
"Negara yang merasa inventory (stok) cukup, mengurangi pembelian. Tapi kalau stoknya sudah berkurang, dia mau tak mau tetap harus beli walaupun harga naik. Kita lihat saja nanti di April," ujar Sasmito.