KOMPAS.com - Sewaktu saya kuliah di Amerika Serikat, saya suka mencari literatur-literatur tua yang tidak ada di perpustakaan. Mulanya sulit, tetapi begitu kampus berkenalan dengan internet, perpustakaan menerapkan interlibrary loan.
Saya bahkan bisa meminjam buku karangan saya sendiri yang saat itu dikoleksi oleh library of congress melalui perpustakaan kampus. Cukup menulis di layar monitor, seminggu kemudian buku datang di rumah.
Beberapa saat setelah itu, masyarakat berpendidikan membentuk komunitas pinjam-meminjam buku. Semua koleksi perorangan bisa dipinjamkan. Maklum, harga buku memang mahal dan kita yang membeli, paling lama hanya memakai buku itu sekitar dua bulan.
Jadi, pantaslah para pecinta buku men-sharing-kan koleksinya. Ini murni sharing, belum menjadi kegiatan ekonomi, namun sudah mengancam eksistensi penerbit.
Gagasan itu baru berkembang menjadi sebuah kegiatan ekonomi tatkala seorang peneliti menemukan bahwa rata-rata pemilik power drill (bor listrik untuk memasang sekrup ke dinding) hanya memerlukan alat itu sekitar 14 menit.
Padahal, para produsennya marancang power drill agar kuat seumur hidup (a lifetime warranty) makanya wajar kalau harganya mahal.
Dalam hal ini, konsumen Indonesia mungkin lebih cerdas. Kita masing-masing memang perlu tenda untuk kegiatan-kegiatan tertentu. Ya, tenda pesta. Apakah pesta sunatan, pernikahan, kematian, ulangtahun, reuni, atau apa saja.
Barangkali 2-3 tahun sekali perlu tenda sekitar 2-3 hari. Lantas buat apa dibeli kalau hanya dipakai sekali-sekali? Kita pun menyewanya. Murah meriah. Bisnis sewa-menyewa tenda hidup. Kegiatan ekonomi pun terjadi.
Di Amerika Serikat, gagasan sharing economy muncul dalam banyak hal. Termasuk dalam pengumpulan power drill dari para pemiliknya.
Seorang membuat aplikasinya, memungut biaya sewa, dan sedikit komisi. Mereka yang membutuhkannya mengunduh apps itu, lalu menyewanya. Ya, hanya untuk beberapa menit saja. Para pemiliknya pun dapat uang.
Di San Francisco, dua orang sahabat melakukan kegiatan ekonomi dengan menawarkan sharing space dari studio apartemennya. Lumayan, tiga orang yang mendaftar.
Sejak itu lahirlah kegiatan menyewakan space apa saja, mulai dari kamar yang menganggur, apartemen, kapal pesiar sampai tenda kemah.
Sekarang, gerakan ini telah berubah menjadi sharing economy yang besar, bahkan menggeser kebesaran jaringan hotel. Namanya Airbnb.
Orang-orang yang piknik ke luar negri menyewakan kamarnya. Pada saat ia menyewa kamar orang lain di tempat tujuan wisatanya. Uang pun berputar. Segala yang idle (menganggur) menjadi produktif karena teknologi yang menghubungkan semua pihak.
Ekonomi Gotong Royong