Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gara-gara Reklamasi Pulau G, Banyak Nelayan Alih Profesi Jadi Kuli Bangunan

Kompas.com - 22/05/2016, 14:59 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Forum Kerukunan Masyarakat Nelayan Muara Angke Yudi Zakaria menuturkan makin banyak nelayan meninggalkan laut, karena usaha di penangkapan ikan pesisir semakin tidak menguntungkan.

Dia bilang, setelah adanya proyek reklamasi Pulau G, pengeluaran nelayan membengkak, sementara pendapatan mereka tidak menentu.

Dari 2.000 nelayan yang tergabung dalam Masyarakat Nelayan Muara Angke, Yudi mengatakan, sekitar 50-55 persen diantaranya memilih berhenti melaut.

Sebagian diantaranya lebih memilih di rumah, dan sebagian lainnya beralih profesi, namun masih di sektor informal.

"Mendingan cari job lain deh daripada melaut. Jadi tukang kayu kek, jadi tukang bangunan. Banyak yang menjadi kuli bangunan," kata Yudi ditemui usai diskusi di Jakarta, Minggu (22/5/2016).

Selain beralih profesi ke sektor lain, beberapa nelayan tradisional yang tadinya membawa kapal-kapal mereka sendiri untuk melaut, sejak reklamasi Pulau G lebih memilih menjadi buruh ABK di perusahaan penangkapan ikan yang lebih besar.

Yudi menuturkan, reklamasi Pulau G telah mengakibatkan tangkapan nelayan pesisir khususnya di Muara Angke berkurang.

Pesisir Jakarta menjadi keruh dan kekurangan ikan, sehingga para nelayan terpaksa berlayar lebih jauh untuk mendapatkan hasil tangkapan.

Sebagai konsekuensinya, biaya melaut para nelayan tradisional menjadi membengkak.

Sebelum reklamasi, biaya melaut kapal ukuran 2-3 gross tonage (GT) terdiri dari kebutuhan perbekalan atau ransum Rp 100.000 - Rp 150.000, ditambah 10-20 liter solar.

"Sekarang ini tidak bisa lagi 10-20 liter. Paling sedikit 20-40 liter, karena jarak tempuhnya lebih jauh," ucap Yudi.

Di sisi lain, hasil tangkapan para nelayan semakin tidak menentu.

Yudi menuturkan, pendapatan nelayan berkurang lebih dari lima puluh persen.

Inilah yang menyebabkan usaha penangkapan ikan di pesisir menjadi tak lagi menarik, dan para nelayan makin meninggalkan pesisir laut Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Whats New
Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com