Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Ikan Hiu Diselamatkan dari Praktik Ilegal

Kompas.com - 27/05/2016, 17:52 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Direktorat Jenderal PSDKP Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menyelamatkan dua ikan hiu paus berukuran panjang empat meter dari Keramba Jaring Apung (KJA) yang terletak di Pulau Kasuma, Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyampaikan bahwa ikan hiu paus ditetapkan sebagai spesies yang dilindungi penuh pada seluruh siklus hidup dan/atau bagian-bagian tubuhnya, kecuali untuk kegiatan penelitian dan pengembangan.

Ketetapan ini sudah diatur dalam Keputusan Menteri KP No.18/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus (Rhincodon typus).

Awalnya, Direktorat Jenderal PSDKP mendapatkan informasi dari Koordinator Wildlife Crime Unit (WCU) Wildlife Concervation Society (WCS), Dwi Adhiasto pada Minggu (22/5/2016) tentang adanya pemanfaatan ikan hiu paus di KJA yang belakangan diketahui milik PT Air Biru Maluku, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang ekspor ikan hidup.

“Tim yang terdiri dari Kepala Satker PSDKP Ambon, Kepala Satker PSDKP Labuan Lombok, WCU, dan Polair Polda Maluku serta didukung media, melakukan operasi pengawasan dengan target KJA milik Hendrik itu. Hendrik adalah warga negara China yang tinggal di Singapura,” ungkap Susi kepada wartawan di Jakarta, Jumat (27/5/2016).

Dari hasil operasi pengawasan ditemukan dua ikan hiu paus dalam keadaan hidup berukuran panjang empat meter, serta Surat Rekomendasi Gubernur Maluku untuk konservasi ikan hias dan Surat Rekomendasi BKSDA untuk konservasi ikan hias.

Soim sebagai penunggu dan pemberi makan selama ikan di KJA mengaku bahwa ikan hiu paus tersebut sudah berada di KJA selama tiga bulan, atau sejak Februari 2016.

Ikan ditangkap dengan menggunakan alat tangkap purse Seine di perairan dekat KJA tersebut.

Mengaku Satgas

Susi mengatakan, salah satu pengurus perusahaan Air Biru Maluku adalah oknum penegak hukum yang mengaku anggota Satgas 115.

“Oknum penegak hukum yang mengaku anggota Satgas 115 itu ketika dihubungi tim (via telefon) mengatakan bahwa kedua ikan tersebut merupakan bagian dari pertukaran G to G antara pemerintah Indonesia dengan Tiongkok,” kata Susi.

Ketika dikonfirmasi wartawan mengenai kebenaran pengakuan oknum tersebut, Susi memastikan tidak ada satu negara pun yang akan sepakat mempertukarkan binatang langka yang dilindungi.

Susi memastikan, pengakuan oknum tersebut tidak benar.

“Dugaan pelanggarannya yakni pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang memasukkan, mengeluarkan, mengadakan, mengedarkan, dan/atau memelihara ikan yang merugikan masyarakat, pembudidayaan ikan, sumber daya ikan, dan/atau lingkungan sumber daya ikan ke dalam dan/atau ke luar wilayah pengelolaan perikanan RI,” terang Susi.

Pelanggaran terhadap aturan tersebut akan dikenai sanksi sesuai pasal 88 UU 31 tahun 2004, yakni pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.

Tindak lanjut atas dugaan adanya pelanggaran tersebut dilakukan dengan proses penyidikan oleh Penyidik PNS Perikanan Satker PSDKP Ambon.

Sementara untuk menghindari kematian ikan hiu paus, akan segera dilakukan pelepas-liaran kembali ke habitatnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Akankah Relaksasi HET Beras Premium Tetap Diperpanjang?

Akankah Relaksasi HET Beras Premium Tetap Diperpanjang?

Whats New
Proyek Perluasan Stasiun Tanah Abang Mulai Dibangun Mei 2024

Proyek Perluasan Stasiun Tanah Abang Mulai Dibangun Mei 2024

Whats New
Freeport Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda di Papua, Indef Sarankan Ini

Freeport Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda di Papua, Indef Sarankan Ini

Whats New
Obligasi atau Emas, Pilih Mana?

Obligasi atau Emas, Pilih Mana?

Work Smart
Tiru India dan Thailand, Pemerintah Bakal Beri Insentif ke Apple jika Bangun Pabrik di RI

Tiru India dan Thailand, Pemerintah Bakal Beri Insentif ke Apple jika Bangun Pabrik di RI

Whats New
KB Bank Sukses Pertahankan Peringkat Nasional dari Fitch Ratings di Level AAA dengan Outlook Stabil

KB Bank Sukses Pertahankan Peringkat Nasional dari Fitch Ratings di Level AAA dengan Outlook Stabil

BrandzView
Harga Acuan Penjualan Gula Naik Jadi Rp 17.500 Per Kilogram

Harga Acuan Penjualan Gula Naik Jadi Rp 17.500 Per Kilogram

Whats New
Pertama di Asia, Hong Kong Setujui ETF Bitcoin

Pertama di Asia, Hong Kong Setujui ETF Bitcoin

Whats New
Sebanyak 109.105 Kendaraan Melintasi Tol Solo-Yogyakarta Saat Mudik Lebaran 2024

Sebanyak 109.105 Kendaraan Melintasi Tol Solo-Yogyakarta Saat Mudik Lebaran 2024

Whats New
HUT Ke-63, Bank DKI Sebut Bakal Terus Dukung Pembangunan Jakarta

HUT Ke-63, Bank DKI Sebut Bakal Terus Dukung Pembangunan Jakarta

Whats New
Daftar 17 Entitas Investasi Ilegal Baru yang Diblokir Satgas Pasti

Daftar 17 Entitas Investasi Ilegal Baru yang Diblokir Satgas Pasti

Whats New
BI Banten Distribusikan Uang Layak Edar Rp 3,88 Triliun Selama Ramadhan 2024, Pecahan Rp 2.000 Paling Diminati

BI Banten Distribusikan Uang Layak Edar Rp 3,88 Triliun Selama Ramadhan 2024, Pecahan Rp 2.000 Paling Diminati

Whats New
Satgas Pasti Blokir 537 Pinjol Ilegal dan 48 Penawaran Pinpri

Satgas Pasti Blokir 537 Pinjol Ilegal dan 48 Penawaran Pinpri

Whats New
Luhut: Apple Tertarik Investasi Kembangkan AI di IKN, Bali, dan Solo

Luhut: Apple Tertarik Investasi Kembangkan AI di IKN, Bali, dan Solo

Whats New
Dollar AS Melemah, Kurs Rupiah Masih Bertengger di Rp 16.100

Dollar AS Melemah, Kurs Rupiah Masih Bertengger di Rp 16.100

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com