Saat itu penduduk Rusia sebagian besar adalah petani miskin yang tak berpendidikan dan sisanya adalah buruh pabrik. Mereka tak punya aset yang diandalkan, selain tenaga mereka sebagai pekerja.
Karena itu, gagasan mengenai masyarakat tanpa kelas dan pemilikan aset secara kolektif menjadi mimpi indah bagi mereka. Tak heran, kelompok Bolshevik yang dipimpin oleh Vladimir Lenin mendapatkan dukungan yang cukup besar dari petani miskin dan kelompok buruh.
Dalam perjalanannya, masyarakat yang dulunya memimpikan kepemilikan aset secara kolektif dan terdistribusi merata, menghadapi kenyataan bahwa negara mereka jatuh dalam kediktatoran.
Selain itu sistem ekonomi komando, yang merupakan fitur utama dari sistem komunis, membuat laju pertumbuhan ekonomi Uni Soviet bagaikan jalan di tempat. Ini karena semua aspek perekonomian diatur oleh pemerintah.
Di satu sisi sistem ekonomi ini memang mampu memperkecil kesenjangan yang ada di masyarakat, dan pemerintah dengan mudah mengendalikan laju inflasi. Namun di sisi lain tidak ada keleluasaan dalam perekonomian sehingga pasar tidak terbentuk secara sempurna.
Akibatnya, ekonomi Uni Soviet makin tertinggal dari negara-negara yang menganut sistem pasar. Hingga pada 26 Desember 1991 negara ini bubar.
Di Indonesia, lahirnya komunisme kurang lebih juga berasal dari kondisi yang sama dengan Uni Soviet, yakni aset-aset dikuasai oleh penguasa kolonial.
Pada 1914 Henk Sneevliet dan sejumlah aktivis buruh pelabuhan membentuk Asosiasi Sosial Demokrat Hindia Belanda (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging/ ISDV).
Dengan berpegang pada konsep Marxisme, kelompok ini menyerukan perlawanan terhadap pemerintahan kolonial yang represif.
Seiring dengan berjalannya waktu, makin banyak kelompok yang tertarik dengan gagasan ISDV.
Ini karena ISDV membawa "kesadaran baru" yang lebih universal dalam memaknai perlawanan terhadap Belanda, yakni kesadaran berbasiskan ekonomi: eksploitasi terhadap kaum lemah oleh penguasa yang memiliki modal besar.
Dalam perjalanannya, kelompok komunis tersebut mendeklarasikan diri sebagai Partai Komunis Indonesia. Namun, jalan terjal terus dihadapi oleh PKI.