Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dradjad H Wibowo
Ekonom

Ekonom, Lektor Kepala Perbanas Institute, Ketua Pembina Sustainable Development Indonesia (SDI), Ketua Pendiri IFCC, dan Ketua Dewan Pakar PAN.

Brexit dan Dampaknya Bagi Indonesia

Kompas.com - 25/06/2016, 17:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorTri Wahono

Rakyat Inggris sudah mengambil keputusan. Perjudian David Cameron gagal, dan dia secara ksatria mundur per Oktober nanti. Referendum yang menjadi salah satu janji kampanye Cameron, membantunya memenangkan 330 dari 650 kursi Parlemen dalam Pemilu Mei 2015. Ini salah satu kemenangan terbesar Partai Konservatif. Tapi referendum juga yang mengakhiri kepemimpinan Cameron.

Saya tidak akan mengulas mengapa Inggris memilih Brexit. Meski demikian, saya bisa merasakan sentimen negatif rakyat kota-kota kecil dan pedesaan Inggris terhadap imigrasi. Sentimen ini ditambah persepsi bahwa Inggris terlalu banyak memberi kepada Uni Eropa, baik kedaulatan maupun uang. Sentimen ini saya rasakan mulai dari Yorkshire hingga Canterbury. Tidak aneh jika mereka memilih "biru" (keluar dari UE).

Tapi di kota besar dan beberapa kota pendidikan, yang dominan adalah sentimen sebagai "warga negara global". Karena itu, kota seperti London, Manchester, Liverpool, Cambridge, dan Oxford berwarna kuning (Tetap di EU). Leicester yang klub sepakbolanya dimiliki konglomerat Thailand dan menjadi juara Liga Primer, juga memilih kuning.

Inggris terbelah. Kota vs desa. Muda vs tua, karena mayoritas remaja dan anak muda adalah kuning. Globalisme vs nasionalisme. Tapi nasionalisme ini bisa menjadi bumerang bagi Inggris Raya. Skotlandia dan Irlandia Utara sangat kuning. Skotlandia bisa mengadakan referendum kemerdekaan lagi, Irlandia Utara referendum bergabung ke Republik Irlandia.

Saya tidak tahu apakah Wali Kota Sadiq Khan akan menuruti petisi "London Merdeka". Petisi ini sekarang hanya berupa luapan emosional dari anak-anak muda kubu kuning. Meski dari sisi ancaman, London lah yang paling dirugikan oleh Brexit. Statusnya sebagai pusat keuangan global dipertanyakan. Beberapa bank dan hedge funds besar sudah menyiapkan perubahan struktur korporasi mereka, termasuk memindahkan kantor pusat ke Frankfurt.

Per hari ini Khan bersikap "London harus berperan kunci dalam negosiasi keluar dari EU agar kepentingan London terjaga". Tapi jika remaja progresif London sudah punya hak pilih, dinamika politik bisa saja berubah.

Sekadar catatan, jika merdeka, dengan PDB sekitar 626 miliar dollar AS (2015), London akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-21 di dunia. Lebih besar dari anggota UE seperti Swedia, Polandia, Belgia, Austria, Denmark, Portugis, Yunani, dan negara kecil UE lainnya.

Secara ekonomi, London sangat mampu hidup sebagai negara-kota seperti Singapura. PDB-nya lebih dari dua kali lipat Singapura yang "hanya" 293 miliar dollar AS (2015). Penduduknya 8,5 juta, lebih tinggi dari Singapura yang 5,5 juta. Sumber daya manusianya berkualitas sangat tinggi. Universitasnya termasuk terbaik di dunia. Reputasi dan brand London juga dalam kelas terbaik di dunia. Tetap menjadi magnet bagi sektor jasa keuangan dan turisme dunia. London punya semuanya.

Itu secara ekonomi. Secara politik, London Merdeka masih berupa spekulasi emosional. Tapi pada 2015, Brexit juga hanya spekulasi emosional. Ancaman krisis imigrasi UE membuat Brexit menjadi kenyataan politik. Kita lihat saja apakah akan ada ancaman besar yang bisa menjadi pemicu London Merdeka.

Dampak bagi Indonesia

Yang sudah muncul sekarang, adalah ancaman keuangan global. Brexit ini salah satu pukulan terbesar bagi pasar keuangan dunia. Saham bank-bank besar UK seperti Barclays dan RBS rontok 2,8 persen, bahkan sempat 30 persen pada sesi awal. Pasar modal dunia berguguran.

Yang menjadi masalah, pelaku pasar tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya dan berapa besar magnitude-nya. Karena, belum pernah ada kejadian seperti Brexit. Negosiasi perceraian Inggris dari UE bisa memakan waktu minimal dua tahun.

Banyak hal yang tidak jelas, seperti tentang rincian perjanjian bidang industri, perdagangan, keuangan, tenaga kerja, dan seterusnya. Mungkin akan ada ratusan, bahkan ribuan perjanjian yang harus dinegosiasikan. Terlalu banyak sumber risiko yang sekarang tidak bisa diukur dengan akurat. Ketidaktahuan ini yang membuat pasar global lebih nervous.

Apalagi dari sisi politik, terlalu banyak spekulasi buram yang muncul. Di Inggris Raya, ada isu Skotlandia, Irlandia Utara, dan yang paling kecil peluangnya adalah London Merdeka. Di UE, partai-partai kanan Perancis, Italia, dan Belanda mulai menyerukan referendum yang sama. Partai-partai ini semuanya anti-imigrasi.

Repotnya, pelaku pasar global sering terkecoh dalam menebak arah politik. Sekarang pasar masih memberi probabilitas yang kecil terhadap referendum di Perancis dan Italia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Spend Smart
Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com