Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Faisal Basri: "Reshuffle" Jilid II Terjadi karena Oposisi Melemah Akibat Tak Dapat Proyek

Kompas.com - 01/08/2016, 17:00 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Harapan selalu muncul ketika ada perombakan kabinet. Simpul-simpul yang macet dan tidak menghambat pertumbuhan ekonomi diharapkan terurai dengan adanya tim baru yang lebih "fresh".

Namun ekonom dari Univesitas Indonesia (UI) Faisal Basri mempunyai pandangan lain terhadap reshuffle kabinet jilid II yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menurut Faisal, reshuffle kedua lebih dilatarbelakangi konsolidasi kekuasaan Presiden.

“Oposisi melemah karena (terlihat) hampir semua partai menyemut di pemerintahan. Mereka (rupanya) sadar sekali, betapa susahnya survive di luar pemerintahan untuk dapat proyek,” kata Faisal dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (1/8/2016).

Lihatlah Partai Golkar sewaktu di luar pemerintahan, kata Faisal, yang terpaksa harus mengutip para calon saking keringnya dana untuk mengadakan kongres.

Nampaknya, partai berlambang pohon beringin itu tidak tahan berlama-lama menderita, lanjut Faisal. 

Melemahnya oposisi karena bergabung dengan pemerintah penguasa, menurut Faisal, praktis akan mengganggu fungsi check and balances.

“Bagi saya ini sinyal yang jelek karena check and balances sangat dibutuhkan dalam demokrasi yang sehat,” ucap Faisal.

Mantan ketua tim Reformasi dan Tata Kelola Migas (RTKM) itu menambahkan, padahal sebelum perombakan saja, pemerintahan Joko Widodo sudah tidak memiliki fungsi check and balances yang kuat. Apalagi sesudah perombakan kabinet.

“Pak Jokowi cenderung mengeluarkan kebijakan praktis tanpa challenge dari pembantu-pembantunya,” imbuhnya.

Misalnya saja, target penerimaan pajak yang naik 30 persen dan bergabungnya kembali Indonesia dalam OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries). 

Lalu, ada target indeks kemudahan berbisnis (EODB) di bawah 40, target harga daging sapi Rp 80.000, tol laut, jalan tol trans Sumatera, dan proyek kereta api Sulawesi.

“Sementara saat ini, Pak Jokowi dihadapkan pada oposisi yang semakin lemah dan para menteri yang tidak bisa mengatakan tidak. ‘Ya pak, ya pak, ya pak’,” kata Faisal.

Dalam kesempatan sama Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengomentari tim ekonomi baru dalam jajaran kementerian yang baru dirombak.

Menurut dia, tim ekonomi yang baru di kabinet tidak hanya bisa berperan sebagai ‘Yes man’, tetapi betul-betul mengeluarkan kebijakan yang bisa menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Kompas TV Reshuffle, Demi Kinerja Atau Balas Jasa?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com