Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi Perhitungan Tarif Interkoneksi Menuai Polemik

Kompas.com - 08/08/2016, 13:15 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Sejumlah pihak meminta Pemerintah membatalkan revisi perhitungan tarif interkoneksi yang diumumkan pada 2 Agustus lalu. Hasil revisi tersebut dinilai melanggar Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi.

“Perhitungan tarif interkoneksi itu harus dibatalkan dan dihitung lebih transparan serta taat aturan. Masa pemerintah menabrak aturan yang dibuatnya sendiri,” tegas Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala di Jakarta, Senin (8/8/2016).

Menurut dia, perhitungan tarif interkoneksi yang dilakukan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Kemenkominfo melanggar aturannya sendiri, terutama di pasal 1 tentang ketentuan umum poin 13 dan 14 tentang formula perhitungan dan metoda alokasi yang dijalankan.

Dalam revisinya, tarif baru dinilai tidak konsisten dan kaitan dengan pasal 13 dan 14 perhitungan biaya interkoneksi secara transparan dan berdasarkan formula perhitungan.

“Hasil perhitungan tarif baru memperlihatkan pemangkasan biaya interkoneksi yang menabrak kebijakannya sendiri. Ini sudah anti demokrasi,” kata dia.

Lebih lanjut, jika merunut kepada Peraturan Pemerintah (PP) No 52/2000 tentang penyelenggaraan telekomunikasi pada pasal  22 ayat 3 diberi ruang upaya hukum sesuai peraturan perundangan yang berlaku.   

“Jadi penetapan tarif interkoneksi ini apabila tidak memenuhi unsur transparansi dan keadilan bisa ditindaklanjuti melalui peradilan,” tegasnya.

Pemeriksaan KPK

Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB M Ridwan Effendi mengungkapkan dalam perhitungan tarif interkoneksi terbaru pemerintah memaksa operator dominan menjual di bawah biaya jaringan.

“Saya mendukung jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Kejaksaan mengaudit BRTI dan Kemenkominfo  guna melihat  proses perhitungan biaya interkoneksi tersebut,” ungkap Ridwan, yang juga mantan Anggota Komite BRTI yang mengakhiri masa pengabdian pada 2015 lalu.

Seperti diketahui, Kemenkominfo telah  menyelesaikan perhitungan biaya interkoneksi tahun 2016 dimana menghasilkan penurunan  secara rata-rata untuk 18 skenario panggilan dari layanan seluler dan telepon tetap itu sekitar 26 persen.

Sebelumnya, tarif interkoneksi  untuk panggilan lokal seluler sekitar Rp 250. Adanya perhitungan baru maka per 1 September 2016 menjadi Rp 204 permenit.

Bagi sebagian kalangan biaya ini cukup murah dibandingkan Jepang dan Philipina yang kondisi geografisnya tak jauh berbeda dengan Indonesia.

Jepang memberlakukan biaya interkoneksi berkisar Rp 1.447 hingga Rp 2.108 permenit. Sedangkan untuk Philipina menetapkan Rp 1.184 permenit.

Dalam perhitungan terbaru ini regulator dianggap tak sejalan dengan dokumen konsultasi publik untuk tarif interkoneksi pada 2015 dimana ingin adanya regionalisasi tarif interkoneksi.

Saat itu kebijakan ini dianggap angin segar karena hampir tujuh tahun, biaya interkoneksi dihitung secara nasional.

Regionalisasi perhitungan data input biaya dalam perhitungan interkoneksi bertujuan untuk mengakomodir kekuatan sebaran jaringan yang berbeda antar penyelenggara di setiap daerah ke dalam perhitungan biaya interkoneksi nasional.

Namun, perhitungan tarif interkoneksi baru memilih  penerapan perhitungan pola simetris atau tidak berbasis biaya penggelaran jaringan yang telah diinvestasikan oleh masing-masing operator.

Kompas TV Biaya Interkoneksi Telekomunikasi Turun 26%

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com