Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hilangkan Ketergantungan Impor, Indonesia Butuh Tambahan Lahan Tembakau Seluas 128.975 Hektar

Kompas.com - 12/08/2016, 09:01 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Produksi tembakau Indonesia dalam kurun waktu enam tahun terakhir berfluktuasi dengan rata-rata produksi sekitar 170.000 ton per tahun. Salah satu persoalan adalah terjadinya penurunan luas tanaman tembakau.

Dari hasil pengamatan lapangan oleh Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) tampak bahwa penurunan luas tanaman tembakau disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan untuk komoditas lain, utamanya adalah untuk tanaman pangan, dan ada beberapa lahan yang menjadi perumahan.

Penurunan luas tanaman tembakau tersebut terjadi di Jambi, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, serta Sumatera Barat. Kondisi inilah yang mendorong Magister Ekonomika Pembangunan (MEP) UGM melakukan penelitian.

"Sesuai Undang-Undang Perkebunan Nomor 39 Tahun 2014, tembakau merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis sehingga sudah seharusnya diadakan kajian khusus mengenai komoditas tembakau sekaligus tata niaganya," papar peneliti dari MEP UGM, Wahyu Widayat, kepada Kompas.com, Jumat (12/8/2016).

Penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat menunjukkan penurunan lahan untuk tanaman tembakau sebesar 28 persen dari tahun 2012 ke tahun 2015.

Salah satu temuan lain dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa saat ini hanya Nusa Tenggara Barat (NTB) yang konsisten menghasilkan produksi tembakau rata-rata 1 ton per hektar.

Jika dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN, Indonesia memiliki produktivitas tembakau yang relatif lebih rendah.

Beberapa faktor yang menyebabkan produktivitas tembakau Indonesia masih rendah, antara lain, budidaya tembakau yang masih sangat tradisional dan juga adanya perubahan cuaca yang ekstrem.

Hal ini diperburuk dengan adanya sentimen negatif terhadap petani tembakau dari kelompok-kelompok tertentu.

Dari sisi tata niaga tembakau, Wahyu menyatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara pengimpor daun tembakau karena masih kurangnya pasokan tembakau bagi industri rokok dalam negeri.

Namun, jika ditelaah lebih lanjut melalui neraca perdagangan impor dan ekspor dari tahun 2010 hingga 2014, maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia merupakan net exporter. Hal ini dikarenakan ekspor produk tembakau bernilai tambah (barang jadi) Indonesia bertumbuh sangat signifikan mencapai 52 persen.

"Pada tahun 2014, nilai ekspor tembakau Indonesia mencapai sebesar 1.023 juta dollar Amerika dan nilai impornya sebesar 671 juta dollar Amerika. Mayoritas impor adalah bahan baku atau daun tembakau, sedangkan mayoritas ekspor adalah barang jadi," kata Wahyu.

Wahyu menambahkan, Indonesia hingga saat ini masih memerlukan impor tembakau karena selisih permintaan dan pasokan tembakau dalam negeri masih cukup besar. Mengacu data tahun 2014, permintaan tembakau dalam negeri adalah sebesar 321.500 ton sedangkan produksi tembakau nasional 163.100 ton.

"Saat ini luas lahan tembakau adalah 192.525 hektar. Untuk mengurangi ketergantungan pada tembakau impor, maka luas lahan harus bertambah sebesar 128.975 hektar atau 40,12 persen. Jika pemerintah berupaya untuk menambah lahan tembakau seluas 10.000 hektar per tahun, maka diperlukan kurang lebih 12 tahun untuk mencapai target tersebut, dengan catatan produktivitas lahan tembakau dapat konsisten di angka 1 ton per hektar," tambahnya.

Temuan penelitan tersebut juga menunjukkan bahwa selain kendala dalam hal produktivitas dan kualitas, tata niaga tembakau Indonesia juga terbilang cukup kompleks dengan melibatkan banyak perantara sehingga keuntungan petani tembakau tergerus.

UGM dalam studi tersebut merekomendasikan adanya kemitraan antara petani dan mitra, baik itu dengan pemasok maupun dengan pabrikan produk tembakau. Hal ini guna memotong rantai penjualan daun tembakau yang cukup panjang dengan menjamin penyerapan produksi dan kepastian harga sesuai kualitas, sekaligus mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas tembakau karena adanya bimbingan dan fasilitas dari pihak mitra.

Wahyu berharap penelitian MEP UGM ini dapat memberikan gambaran utuh mengenai pertanian dan tata niaga tembakau Indonesia sehingga mampu membantu seluruh pemangku kepentingan untuk mengambil upaya dan kebijakan yang tepat guna melestarikan komoditas tembakau dan melindungi petani tembakau Indonesia.

"Produktivitas dan kualitas tembakau nasional harus ditingkatkan serta harus ada pembenahan dalam tata niaga tembakau sehingga dapat memenuhi kebutuhan nasional. Pemerintah juga perlu mendorong adanya kemitraan antara petani tembakau dan pelaku usaha dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas tembakau, serta menjamin akses pasar bagi para petani," pungkas Wahyu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com