Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumput Laut Indonesia Terganjal Masuk ke Pasar AS

Kompas.com - 22/08/2016, 13:02 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia berupaya mengadang rencana parlemen Amerika Serikat (AS) yang akan menghapuskan (delisting) rumput laut, dari daftar pangan organik di Negeri Paman Sam itu.

Salah satu strategi yang diusung Indonesia adalah mendatangi sidang pembahasan yang akan digelar pada 28 Oktober 2016.

Dody Edward, Direktur Jenderal Perdangan luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemdag), menyatakan, sebelum sidang pembahasan delisting rumput laut digelar, Indonesia akan mengikuti perkembangan di Amerika.

"Saat ini kami akan membahas secara bilateral antar kedua negara," katanya kepada Kontan, pekan lalu.

Meski mengupayakan jalur diplomasi bilateral, pemerintah telah siap untuk menggelar lobi lanjutan. Tujuannya adalah menepis hasil penelitian Amerika soal rumput laut.

Safari Azis, Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) menyatakan telah diajak berkomunikasi dengan Kemdag untuk menyiapkan berkas berisi sejarah, perkembangan industri, serta potensi rumput laut yang bakal dipaparkan dalam sidang pembahasan soal rumput laut di AS. "Persiapannya saat ini sudah mencapai 50 persen," katanya.

Menggandeng China

Selain diplomasi bilateral, dia mengaku akan menempuh upaya lobi multilateral. Upaya pertama adalah akan menyatukan padangan dengan pemerintah China yang notabene saat ini juga jadi eksportir rumput laut olahan utama ke AS.

Indonesia melakukan pertemuan dengan delegasi China dalam forum ASEAN Seaweed Industry Club (ASIC).

Meski memiliki sejumlah opsi untuk melobi AS, tapi Azis berharap pemerintah bisa membuat AS berubah pikiran, sebelum sidang pembahasan digelar Oktober 2016.

Wacana delisting rumput laut itu muncul setelah keluar petisi Joanne K Tobacman, MD (Tobacman) dari University of Illinois, Chicago, pada Juni 2008. Isinya melarang penggunaan karagenan dari rumput laut untuk makanan karena diduga bisa memicu penyakit kanker.

Terlepas dari masalah yang dihadapi dengan pemerintah Amerika Serikat (AS), rumput laut tetap menjadi komoditas unggulan Indonesia di pasar ekspor. Pemerintah pun terus memperluas wilayah budidaya rumput laut dan meningkatkan kualitas pengelolaannya.

Salah satu lokasi yang akan dijadikan tempat percontohan budidaya rumput laut adalah Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto menyatakan telah mengalokasikan kebun bibit rumput laut seluas 2,5 hektare (ha). Selain itu ada areal percontohan budidaya rumput laut seluas 58 ha, yang sedang dibangun dan dikelola oleh 20 kelompok pembudidaya.

"Kami mendukung budidaya rumput laut dengan bibit unggul kultur jaringan yang terbukti tumbuh lebih cepat dan menurunkan kadar carrageenan," katanya, Minggu (21/8).

Asal tahu saja, potensi budidaya rumput laut di Kabupaten Natuna mencapai 4.757,5 ha, yang terpakai baru sekitar 56 ha atau 0,01 persen.

Menurut Slamet, bila lahan disana dimanfaatkan secara optimal, maka hasil produksinya bisa mencapai 150.000 ton basah atau 22.000 ton kering per tahun atau nilainya setara Rp 176 miliar. KKP bekerjasama dengan Perum Perikanan Indonesia (Perindo) untuk menyerap hasil produksi rumput laut ini. (Tri Sulistiowati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber KONTAN
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Whats New
Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Whats New
Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Whats New
Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Whats New
Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Whats New
KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

Whats New
Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Whats New
Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Whats New
Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Work Smart
Heboh soal Kualifikasi Lowker KAI Dianggap Sulit, Berapa Potensi Gajinya?

Heboh soal Kualifikasi Lowker KAI Dianggap Sulit, Berapa Potensi Gajinya?

Whats New
Tantangan Menuju Kesetaraan Gender di Perusahaan pada Era Kartini Masa Kini

Tantangan Menuju Kesetaraan Gender di Perusahaan pada Era Kartini Masa Kini

Work Smart
Bantuan Pesantren dan Pendidikan Islam Kemenag Sudah Dibuka, Ini Daftarnya

Bantuan Pesantren dan Pendidikan Islam Kemenag Sudah Dibuka, Ini Daftarnya

Whats New
Tanggung Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh, KAI Minta Bantuan Pemerintah

Tanggung Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh, KAI Minta Bantuan Pemerintah

Whats New
Tiket Kereta Go Show adalah Apa? Ini Pengertian dan Cara Belinya

Tiket Kereta Go Show adalah Apa? Ini Pengertian dan Cara Belinya

Whats New
OJK Bagikan Tips Kelola Keuangan buat Ibu-ibu di Tengah Tren Pelemahan Rupiah

OJK Bagikan Tips Kelola Keuangan buat Ibu-ibu di Tengah Tren Pelemahan Rupiah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com