Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gas Industri Mahal, Industri Petrokimia Nasional Jalan di Tempat

Kompas.com - 22/09/2016, 19:54 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perindustrian (Meneprin) Airlangga Hartarto mengungkapkan, mahalnya harga gas industri di dalam negeri telah menghambat pertumbuhan industri di sektor kimia.

Airlangga Kamis (22/9/2016) di Jakarta mengungkapkan, lambatnya pertumbuhan industri pertrokimia terlihat dari belum banyaknya pabrik-pabrik petrokimia yang berdiri di Indonesia.

"Kapan terakhir pabrik petrokimia dibangun? Sudah lama yakni tahun 1998 oleh PT Tuban Petrochemical Industries. Padahal demand (permintaannya) besar," kata Airlangga.

Lambatnya pertumbuhan industri petrokimia akhirnya membuat Indonesia tergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Menurut Airlangga, sebenarnya banyak yang ingin membangun pabrik petrokimia di Indonesia, namun belum bisa direalisasikan karena harga gas industri di Indonesia masih tinggi.

"Ada beberapa yang mau masuk, tapi mereka menahan investasinya. Harga gas kita (Indonesia) masih tinggi," ungkap Airlangga.

Sektor industri petrokimia merupakan industri yang paling banyak menggunakan gas sebagai bahan produksinya, salah satunya industri pupuk.

Berdasarkan data Kemenperin, terdapat 3 klaster industri petrokimia yang telah eksis, yaitu berbasis minyak bumi (crude oil) di Cilegon dan Balongan, berbasis gas bumi di Bontang, Kalimantan Timur, dan berbasis minyak bumi aromatik di Tuban, Jawa Timur.

Sektor petrokimia merupakan salah satu sektor yang akan mendapatkan penurunan harga gas sesuai dengan Perpres Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.

Menperin berharap, dengan terwujudnya harga gas murah, maka investasi sektor petrokimia di Indonesia akan meningkat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com