Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imbas Serbuan Baja Impor, Produsen Baja Nasional Istirahatkan 500 Karyawan

Kompas.com - 26/09/2016, 16:15 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Ispat Indo, salah satu produsen baja dalam negeri, terpaksa harus menutup satu line pabrik serta mengistirahatkan 500 karyawannya akibat serbuan baja impor yang banyak masuk ke Indonesia.

"Kami terpaksa menutup satu line pabrik serta mengistirahatkan 500 karyawan sebagai dampak membanjirnya produk baja impor," kata Managing Director Ispat Indo, Baldeo Prasad Banka, dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/9/2016).

Banka mengatakan, serbuan baja impor menyebabkan pangsa pasar produsen produk baja wire rod ini menurun drastis dari 60 persen menjadi hanya 20 persen.

Ketut Setiawan, juru bicara PT Gunung Garuda yang memproduksi baja profile mengatakan, kasus membanjirnya impor baja sebelumnya pernah terjadi pada tahun 2015.

Baja impor tersebut dikemas sebagai produk baja ringan dengan menambah unsur paduan atau dikenal dengan istilah baja paduan seperti pada produk baja karbon.

Produk baja paduan selama ini memang mendapat fasilitas bea masuk dari pemerintah, namun kemudian hal ini disalahgunakan importir dengan memasukan produk baja paduan dengan kandungan baja di bawah standar, bahkan pada beberapa kasus nyaris tidak ada kandungan baja apapun di dalamnya.

Kondisi ini membuat harga baja impor ini menjadi lebih murah dibandingkan dengan baja yang dibuat produsen dalam negeri.

Pemerintah sebelumnya pernah berhasil memperketat impor baja paduan ini dengan mengenakan bea masuk terhadap produk baja paduan yang tidak memiliki standar SNI.

"Aturan ini serta sempat berjalan efektif, namun entah mengapa kembali terjadi pada tahun ini," kata Ketut.

PT Gunung Garuda merupakan produsen baja profile yang biasa diperuntukan untuk pekerjaan konstruksi dan infrastruktur.

Perusahaan ini juga merasakan turunnya pangsa pasar akibat serbuan baja impor berkedok baja paduan.

"Permintaan baja profile yang dipasok dari perusahaan kami dan PT Krakatau Wajatama (anak usaha PT Krakatau Steel) berkisar 400.000 ton per tahun, namun akhir-akhir ini angka tersebut tidak pernah tercapai," ujar Ketut.

Ketut mengatakan ada tiga hal yang dapat diambil pemerintah untuk melindungi industri baja dalam negeri yakni mengenakan bea masuk anti dumping apabila terbukti baja impor itu sengaja dijual murah, safe guard tax apabila impor baja tersebut sudah mengancam kelangsungan usaha, serta melalui technical measurement dengan menggunakan SNI wajib.

Sejak Januari hingga September 2016, sudah ada 46.000 ton produk baja karbon masuk melalui pelabuhan Tanjung Priok. Adapun untuk September sudah masuk 13.000 ton produk yang sama.

"Sebelumnya, produk baja karbon paling banyak hanya 1.000 sampai 2.000 ton saja. Dengan masuknya jumlah baja karbon sebanyak itu tentunya dapat mengancam kelangsungan industri baja di dalam negeri," tandas Ketut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com