Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apindo Keluhkan Kebiasaan Pemerintah Menaikkan Cukai saat Butuh Dana

Kompas.com - 30/09/2016, 19:48 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Asoiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) merasa keberatan dengan kenaikan tarif cukai hasil tembakau sebesar 10,54 persen dan mulai berlaku 1 Januari 2017 mendatang.

Kenaikan cukai hasil tembakau sebesar itu dinilai langsung memukul industri tembakau hingga ke buruh dan petani.

Menurut Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani, seharusnya pemerintah melakukan kenaikan tarif cukai hasil tembakau secara bertahap. "Harapan kami bertahap. Tetapi kebiasaan dari pemerintah itu kalau kekurangana dana, yang nomor satu dinaikkan adalah cukai," kata Hariyadi di Jakarta, Jumat (30/9/2016).

Hariyadi mengatakan, kenaikan cukai hasil tembakau akan membuat penjualan rokok turun. Jika penjualan turun, industri akan mengurangi produksi.

Selain berdampak terhadap industri tembakau dan orang-orang di dalamnya, kenaikan tarif cukai hasil tembakau berpotensi membuat peredaran rokok ilegal bertambah banyak. "Kalau cukainya terlalu tinggi, maka akan mengakibatkan cukai palsu," kata Hariyadi.

Namun begitu, Hariyadi menilai ada tidaknya kenaikan tarif cukai hasil tembakau, seharusnya pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal harus diperkuat. Sebab, peredaran rokok ilegal ini mengganggu industi rokok yang legal.

"Harusnya sudah bisa dideteksi mengenai peredaran rokok ilegal ini. Menurut saya tidak terlalu sulit menelusurinya, asal mau saja," kata Hariyadi.

Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Keuangan, mengeluarkan kebijakan cukai baru yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 147/PMK.010/2016.

Dalam regulasi baru ini, kenaikan tarif tertinggi cukai hasil tembakau adalah sebesar 13,46 persen untuk jenis hasil tembakau Sigaret Putih Mesin (SPM) dan terendah adalah nol persen untuk hasil tembakau Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan III B, dengan kenaikan rata-rata tertimbang sebesar 10,54 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com