Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkat Teori Kontrak, Dua Profesor Ini Raih Nobel Bidang Ekonomi

Kompas.com - 11/10/2016, 11:00 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

STOCKHOLM, KOMPAS.com — Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia (Royal Swedish Academy of Sciences) memutuskan untuk memberi anugerah penghargaan nobel di bidang ekonomi tahun 2016 kepada Oliver Hart dan Bengt Holmstrom.

Hart adalah profesor di Harvard University, sementara Holmstrom adalah profesor di Massachusetts Institute of Technology (MIT), AS.

Dalam siaran pers resmi, Selasa (11/10/2016), Hart dan Holmstrom dianugerahi penghargaan bergengsi itu berkat kontribusinya berupa teori kontrak.

Ekonomi modern terikat banyak kontrak dan teori yang diciptakan Hart dan Holmstrom sangat berguna untuk memahami kontrak dan institusi dalam kehidupan nyata serta potensi jebakan dalam merancang kontrak.

"Hubungan kontraktual di masyarakat termasuk misalnya pemegang saham dan jajaran manajemen top, perusahaan asuransi dan pemilik mobil, atau otoritas publik dan pemasoknya," tulis Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia tentang penjelasan teori kontrak.

Hubungan tersebut berpotensi memicu konflik kepentingan sehingga kontrak harus dirancang secara tepat dan sesuai untuk memastikan semua pihak memperoleh manfaat.

Peraih nobel di bidang ekonomi tahun ini mengembangkan teori kontak, yakni bingkai kerja komprehensif untuk menganalisis berbagai isu dalam perencanaan kontrak.

Pada akhir era 1970-an, Holmstrom mendemonstrasikan bagaimana pimpinan perusahaan, semisal pemegang saham, harus merancang kontrak yang optimal, misalnya bagi CEO perusahaan, dengan tindakannya sebagian tak terpantau oleh pimpinan.

Prinsip-prinsip informatif Holmstrom menegaskan bagaimana kontrak harus berkaitan dengan gaji CEO berdasarkan kinerja. Model ini dinamakan model prinsipal (pemegang saham)-agen (CEO).

Menurut Holmstrom, kontrak yang optimal harus mempertimbangkan risiko insentif secara cermat.

Pada periode berikutnya, Holmstrom menggeneralisasikan beberapa teorinya lebih realistis, misalnya pegawai tak hanya diberi gaji, tetapi juga potensi promosi jabatan.

Pada pertengahan era 1980-an, Hart membuat kontribusi fundamental pada cabang baru teori kontrak yang berkaitan tentang kasus penting pada kontrak yang tak terselesaikan.

Cabang teori ini banyak membicarakan tentang alokasi optimal hak kendali.

"Temuan Hart tentang kontrak yang tak terselesaikan telah memberi secercah cahaya tentang kepemilikan dan kontrol bisnis serta memberi dampak luas pada beberapa bidang ekonomi, ilmu politik, dan hukum," tulis Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia.

Riset Hart memberikan kontribusi berupa perangkat teori baru untuk mempelajari pertanyaan seperti perusahaan semacam apa yang harus merger, paduan utang, dan pembiayaan ekuitas yang sesuai, serta ketika institusi seperti sekolah atau lembaga pemasyarakatan seharusnya dimiliki swasta atau pemerintah.

Hart dan Holmstrom meluncurkan teori kontrak sebagai ladang subur bagi penelitian dasar. Dalam beberapa dekade terakhir, keduanya pun mengeksplorasi banyak aplikasi teori itu.

"Analisis mereka tentang pengaturan kontrak secara optimal memberikan dasar intelektual untuk merancang kebijakan dan institusi di banyak bidang, mulai dari legislasi kebangkrutan hingga institusi politik," ujar pernyataan Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia.

Kompas TV Tantangan Berubah ke Era Digital

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Whats New
Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Spend Smart
Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com