Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Long March", SP Danamon Tuntut Stop Praktik Perbudakan hingga PHK Massal

Kompas.com - 28/10/2016, 08:40 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Serikat Pekerja Danamon akan melakukan aksi long march, pada hari ini Jumat (28/10/2016), mulai pukul 13.00 hingga 17.00 WIB.

Rute long march dari Tugu Tani menuju Menara Bank Danamon Jl Rasuna Said, Jakarta Selatan.

Dari keterangan resmi yang diperoleh Kompas.com, Kamis malam (27/10/2016), ada 10 tuntutan SP Danamon dalam aksi kali ini.

Salah satunya yaitu penghentian praktik perbudakan, lembur, dan insentif tidak dibayar.

“Praktik lembur tidak dibayar adalah kejadian yang amat sangat memalukan bagi perusahaan asing beraset Rp 200 triliun lebih seperti Danamon,” demikian tuntutan SP Danamon.

Menurut SP Danamon, para petinggi perusahaan bukannya tidak tahu, tetapi pura-pura tidak tahu tentang keluhan mereka ini.

Para petinggi perusahaan baru menyelesaikan jika ada yang mengadu, namun itu pun sifatnya sporadis.

SP Danamon menilai sistem input kehadiran online menjadi senjata ampuh bagi perusahaan untuk tidak membayar hak lembur karyawan. Alasan yang sering digunakan yaitu, presensi tidak tercatat dalam sistem.

“Praktik efisiensi yang kotor dengan cara lembur tidak dibayar, bonus nihil sementara rekrutmen pro hire (berbiaya mahal) terus berjalan. Bonus yang tadinya normal, sekarang hanya setengah gaji. Dan karyawan yang dipromosikan ke tanggungjawab lebih besar, gajinya tidak disesuaikan,” imbuh SP Danamon.

Selain tuntutan penghentian praktik perbudakan, SP Danamon juga menuntut perusahaan untuk menghentikan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Menurut SP Danamon ada upaya intimidasi dari petinggi perusahaan bagi karyawan yang sudah masuk daftar pensiun dini.

Para pekerja mengaku petinggi perusahaan selalu mengeluh kepada karyawan bahwa Danamon tengah dalam kesulitan, dan merugi.

Tetapi faktanya, perusahaan membeli tanah dan membangun gedung baru, serta melakukan rekrutmen profesional.

“Pada 2015 Danamon membukukan keuntungan Rp 2,4 triliun, dan pada semester I 2016 Rp 1,7 triliun. Hanya atas dasar kekhawatiran akan meruginya salah satu unit bisnis, lalu dengan semena-mena melakukan PHK karyawan dengan cara tidak manusiawi,” tulis SP Danamon.

SP Danamon juga menyesalkan dihapuskannya tunjangan uang cuti, padahal pada masa lalu fasilitas itu sempat diberikan perusahaan.

Selain itu, dana pensiun DPLK Manulife mereka juga dikurangi. SP Danamon menuntut adanya program pemberian fasilitas mobil bagi karyawan grade enam atau COP (Car Ownership Program).

Fasilitas ini sempat ada, namun diubah menjadi fasilitas yang dinilai merugikan karyawan, yaitu COCP. Artinya, benefit asuransi, sistem peringkat, serta digabungkannya Tunjangan Tidak Tetap Karyawan (T3K) ke dalam gaji juga dianggap merugikan karyawan.

Terakhir, SP Danamon menuntut dihentikannya sistem Pekerja Kontrak Waktu Tertentu (PKWT) dan alih daya (outsourcing).

Lembar tuntutan tersebut ditandatangani oleh pejabat SP Danamon, diantaranya Ketua Umum Abdoel Moedjib, Sekjen SP Danamon M Afif, Ketua Wilayah 02 Irwan Lastiawan, DPW Wilayah 03 Susanto Halim, dan perwakilan pekerja dari berbagai regional seperti Makassar, Kalimantan, dan Sumatera.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com