Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BI Waspadai Dampak Kebijakan Moneter Bank Sentral Asing

Kompas.com - 31/10/2016, 10:22 WIB
Aprillia Ika

Penulis

NUSA DUA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral mewaspadai kebijakan moneter yang ditempuh negara-negara maju seperti Federal Reserve, bank sentral Amerika Serikat (AS) dan Bank of Japan, bank sentral Jepang, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya.

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Hendar mengatakan kebijakan bank sentral negara-negara maju tersebut dinilai telah mengakibatkan neraca bank sentral di negara yang bersangkutan mengalami peningkatan.

Di negara berkembang, kebijakan bank sentral negara maju tersebut telah menyebabkan arus masuk modal. Hal ini akan meningkatkan aset dan sekaligus kewajiban karena penyerapan likuiditas valas bank sentral.

"Sebagai otoritas yang melaksanakan kebijakan moneter, bank sentral perlu memiliki kerangka laporan keuangan tersendiri, yang dapat mendeskripsikan hubungan antara kebijakan bank sentral, instrumen yang digunakan serta dampaknya pada postur posisi keuangan," kata dia dalam seminar "Issues, Challenges and Impact of Dynamic Global Changes on Central Bank Finance”, Senin (31/10/2016).

Seminar internasional tersebut diselenggarakan Bank Indonesia, bekerja sama dengan SEACEN (South East Asian Central Banks).

Menurut Hendar, kondisi-kondisi tersebut menambah kompleksitas pada laporan keuangan bank sentral. Selain itu, dengan membesarnya valas yang dipegang bank sentral, muncul risiko kurs yang dapat berpengaruh terhadap surplus/defisit keuangan bank sentral.

Dia mencontohkan untuk The Fed, sebutan bagi bank sentral AS, mengalami kenaikan balance sheet dari 600 miliar dollar AS di 208 menjadi 4,4 triliun dollar AS di tahun ini.

Sebagai solusi permasalahan tersebut, BI bersama SEACEN telah mengadakan penelitian bersama pada tahun 2015 dengan topik “Central Bank Financial Reporting: A Preliminary Study”.

Penelitian dipimpin oleh Bank Indonesia dan dilakukan bersama Bank of Thailand, Reserve Bank of India, Banko Sentral Ng Philipinas, Central Bank of Srilanka, dan National Bank of Cambodia.

Hasil penelitian menunjukkan perlunya mengembangkan desain kerangka laporan keuangan bank sentral yang dapat mengakomodasi keunikan transaksi bank sentral untuk menunjang transparansi atas dampak keuangan tersebut.

"BI sudah mengantisipasi hal-hal tersebut dengan melakukan transformasi desain kerangka kebijakan akuntansi bank sentral, yang mengakomodir keunikan transaksi bank sentral. Misal ada catatan pembukuan kalau BI terbitkan uang," lanjut Hendar, usai membuka acara tersebut.

Dengan demikian, bisa meminimalisasi potensi kerugian yang dialami bank sentral atau tidak mengganggu profit bank sentral.

"Yang penting adalah pemahaman balance sheet bank sentral, karena surplus atau defisit bukan ukuran. Ini harus dipahami misal oleh Komisi XI, pihak pajak, BPK dan sebagainya," lanjut dia.

Harapannya, sistem akuntansi yang digunakan BI ini akan diadopsi oleh bank sentral lain. Sehingga pemahaman semua bank sentral di wilayah ASEAN menjadi sama.

Hendar juga berharap, melalui seminar ini semua peserta bisa memahami permasalahan bank sentral mengenai pelaporan keuangan. Serta, bagaimana meminimalisir kemungkinan kerugian yang dialami bank sentral dalam menjalankan kebijakannya termasuk dampaknya terhadap permodalan bank sentral.

Bertindak sebagai pembicara antara lain perwakilan dari International Monetary Fund, World Bank, Reserve Bank of New Zealand, European Central Bank, lembaga penyusun standar akuntansi internasional, dan pembicara ahli lainnya dari Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com