Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Telko Tidak "Sunset", tetapi Bertransformasi ke Digital

Kompas.com - 01/11/2016, 15:26 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Industri telekomunikasi dinilai belum masuk pada tahap sunset atau menurun. Namun, industri telekomunikasi melakukan transformasi bisnis dari telco (telecommunication company) menjadi dico (digital company).

Hal itu dilakukan sebagai upaya meningkatkan performa bisnis. Demikian menurut Koordinator Lembaga Independen Pemantau Kebijakan Publik (LIPKP) Sheilya Karsya, dalam rilisnya, di Jakarta, Selasa (1/11/2016).

Menurut Sheila, belakangan ini muncul opini yang menyatakan industri telekomunikasi sudah sunset.  Karena itu, dibutuhkan secepatnya revisi PP 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.

Revisi dua PP tersebut dilakukan agar network sharing bisa dijalankan. "Istilah sunset yang digunakan untuk membenarkan kebijakan terkait revisi kedua PP itu sepertinya ‘kesalahpahaman serius’,” kata Sheila.

Dia memaparkan, pada 2011-2016, industri telekomunikasi di Indonesia merupakan satu-satunya sektor yang tumbuh double digit secara konsisten.

Oleh sebab itu, LIPKP menolak jika industri telekomunikasi disebut masuk pada fase sunset sebagai dalih mendukung kebijakan network sharing dan frequency sharing.

Dia menilai, justru yang terjadi saat ini adalah transformasi bisnis dari telco menjadi dico sebagai upaya meningkatkan performa bisnis. Artinya, pengembangan infrastruktur telekomunikasi masih sangat dibutuhkan.

Sheila mengingatkan, dalam proses revisi PP 52 dan 53 tahun 2000, faktanya memang tidak ada keterlibatan publik untuk memberikan masukan terhadap draf RPP.

Ini berarti proses revisi tersebut cacat karena tidak sesuai dengan asas-asas dalam pembentukan PP.

Sesuai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, revisi PP seharusnya terbuka, transparan, dan melibatkan unsur masyarakat dalam memberikan masukan.
 
“LIPKP juga telah menyambangi Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) serta Komisi I DPR terkait proses revisi PP yang kami nilai tertutup. Bahkan, BRTI selaku regulator menyatakan bahwa mereka tidak dilibatkan dalam proses revisi PP tersebut,” ujarnya.

Dia menekankan, jika merunut ke Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, tidak ada pasal dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa berbagi jaringan adalah suatu kewajiban. Dengan demikian, mewajibkan network sharing dalam revisi PP tersebut jelas melanggar UU Nomor 36 Tahun 1999.

Selain itu, pernyataan bahwa berbagi jaringan aktif sudah lazim di berbagai negara adalah menyesatkan karena faktanya tidak ada negara yang sama dengan kondisi Indonesia yang menerapkan frequency sharing tanpa pembatasan.

Selanjutnya, LIPKP ingin menegaskan bahwa persoalannya bukan hanya network sharing dan frequency sharing, melainkan terkait seluruh proses pembahasan dan materi revisi PP 52 dan 53 Tahun 2000.

Sebab, aturan ini yang akan menjadi acuan bagi seluruh penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa telekomunikasi nasional.

Berlanjut

Halaman:


Terkini Lainnya

Saat Persoalan Keuangan Indofarma Bakal Berujung Pelaporan ke Kejagung

Saat Persoalan Keuangan Indofarma Bakal Berujung Pelaporan ke Kejagung

Whats New
Luhut Perkirakan Pembangunan Bandara VVIP IKN Rampung Tahun Depan

Luhut Perkirakan Pembangunan Bandara VVIP IKN Rampung Tahun Depan

Whats New
5 Hal di CV yang Bikin Kandidat Tampak Lemah di Mata HRD, Apa Saja?

5 Hal di CV yang Bikin Kandidat Tampak Lemah di Mata HRD, Apa Saja?

Work Smart
Cegah Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU Tingkatkan Kerja Sama dengan Bea Cukai

Cegah Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU Tingkatkan Kerja Sama dengan Bea Cukai

Whats New
Pelepasan Lampion Waisak, InJourney Targetkan 50.000 Pengunjung di Candi Borobudur

Pelepasan Lampion Waisak, InJourney Targetkan 50.000 Pengunjung di Candi Borobudur

Whats New
Didukung Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Masih Menjanjikan

Didukung Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Masih Menjanjikan

Whats New
Bangun Smelter Nikel Berkapasitas 7,5 Ton, MMP Targetkan Selesai dalam 15 Bulan

Bangun Smelter Nikel Berkapasitas 7,5 Ton, MMP Targetkan Selesai dalam 15 Bulan

Whats New
Gelar RUPS, Antam Umumkan Direksi Baru

Gelar RUPS, Antam Umumkan Direksi Baru

Whats New
Siap-siap, Antam Bakal Tebar Dividen 100 Persen dari Laba Bersih 2023

Siap-siap, Antam Bakal Tebar Dividen 100 Persen dari Laba Bersih 2023

Whats New
Berkomitmen Sediakan Layanan Digital One-Stop Solution, Indonet Resmikan EDGE2

Berkomitmen Sediakan Layanan Digital One-Stop Solution, Indonet Resmikan EDGE2

Whats New
Libur Panjang, KCIC Siapkan 28.000 Tempat Duduk Kereta Cepat Whoosh

Libur Panjang, KCIC Siapkan 28.000 Tempat Duduk Kereta Cepat Whoosh

Whats New
Emiten Penyedia Infrastruktur Digital EDGE Raup Laba Bersih Rp 253,6 Miliar pada 2023

Emiten Penyedia Infrastruktur Digital EDGE Raup Laba Bersih Rp 253,6 Miliar pada 2023

Whats New
InJourney: Bergabungnya Garuda Indonesia Bakal Ciptakan Ekosistem Terintegrasi

InJourney: Bergabungnya Garuda Indonesia Bakal Ciptakan Ekosistem Terintegrasi

Whats New
KAI Bakal Terima 1 Rangkaian Kereta LRT Jabodebek yang Diperbaiki INKA

KAI Bakal Terima 1 Rangkaian Kereta LRT Jabodebek yang Diperbaiki INKA

Whats New
BTN Relokasi Kantor Cabang di Cirebon, Bidik Potensi Industri Properti

BTN Relokasi Kantor Cabang di Cirebon, Bidik Potensi Industri Properti

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com