Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Murniati Mukhlisin
Praktisi Ekonomi Syariah

Pakar Ekonomi dan Bisnis Digital Syariah/Pendiri Sakinah Finance dan Sobat Syariah/Dosen Institut Tazkia

Apakah Indonesia Masih Dijajah?

Kompas.com - 14/11/2016, 16:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

KOMPAS.com - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa kondisiekonomi Indonesia sekarang mirip pada masa penjajahan Belanda dahulu.

(Baca: Kepala Bappenas: Kondisi Ekonomi Indonesia Sekarang Mirip Saat Dijajah Belanda)

Masyarakat awam tentu saja bertanya–tanya, apa benar dan bagaimana cara dijajahnya? Sepertinya tidak mungkin, karena perekonomian Indonesia nampak makin baik dari tahun ke tahun, misalnya dari segi pendapatan keluarga.

Berapa pendapatan keluarga Indonesia?

Sebut saja Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang menurut Badan Pusat Statistik adalah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan.

Atas dasar harga berlaku PDB per kapita per tahun adalah Rp 6,8 juta pada tahun 2000 naik menjadi Rp 12.5 juta pada tahun 2005, kemudian menjadi Rp 27 juta pada tahun 2010 dan Rp 36,5 juta.

Peningkatan PDB per kapita itu bisa kita lihat dari kemampuan keluarga Indonesia dalam memenuhi kebutuhannya seperti ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahun dan teknologi.

Dari segi ekonomi kita bisa melihat kehidupan keluarga terutama di perkotaan yang makin modern, tinggal di rumah yang lebih dari layak, dibalut dengan perhiasan teknologi dan mode terkini serta gaya hidup kelas atas lainnya, sehingga kita mengatakan bahwa mereka sejahtera.

Tapi ternyata di balik itu, persoalan keluarga terjerat hutang makin tinggi dari waktu ke waktu, salah satu puncaknya adalah penggunaan kartu kredit yang tidak terkontrol baik.

Hingga akhir tahun 2015, data Bank Indonesia menunjukan adanya 16,81 juta keping kartu kredit beredar dengan pemakaian rata–rata Rp 767 miliar per hari.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menerima 1.030 pengaduan sepanjang tahun 2015 yang lalu, yang jika diurut lima besar pengaduan adalah sebagai berikut: perbankan dengan dominasi kartu kredit 176 kasus (17 persen); perumahan 160 kasus (16 persen); telekomunikasi 83 kasus (8 persen); belanja online 77 kasus (7 persen); dan leasing 66 kasus (6 persen).

Apakah model kesejateraan seperti ini yang kita inginkan? Bagaimana dengan fakta bahwa Indonesia adalah negara kaya sumber daya alamnya? Yang seharusnya dapat menyumbangkan kesejahteraan buat rakyatnya tanpa rakyatnya harus mendapatkannya dengan berutang.

Lawan kata kesejahteraan

Di sisi lain, kita melihat ketimpangan kesejahteraan pada keluarga Indonesia. Menurut BPS per Agustus 2016, pertumbungan ekonomi Indonesia saat ini adalah 5,2 persen, angka pengangguran terbuka 5,61 persen serta angkat kemiskinan 10,86 persen atau 28 juta orang.

Jika melihat angka kemiskinan versi Bank Dunia, ternyata ada 40 persen atau sekitar 100 juta rakyat Indonesia yang sebenarnya sangat rentan untuk jatuh miskin jika pendapatan dipatok 1,9 dollar AS per hari atau 87 dolar per bulan (lebih tinggi dari tolak ukur BPS yaitu 22,6 dollar AS per bulan).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Waskita Karya Optimistis Tingkatkan Pertumbuhan Jangka Panjang

Waskita Karya Optimistis Tingkatkan Pertumbuhan Jangka Panjang

Whats New
Apresiasi Karyawan Tingkatkan Keamanan dan Kenyamanan di Lingkungan Kerja

Apresiasi Karyawan Tingkatkan Keamanan dan Kenyamanan di Lingkungan Kerja

Whats New
Potensi Devisa Haji dan Umrah Capai Rp 200 Triliun, Menag Konsultasi dengan Sri Mulyani

Potensi Devisa Haji dan Umrah Capai Rp 200 Triliun, Menag Konsultasi dengan Sri Mulyani

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 68 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Kartu Prakerja Gelombang 68 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Whats New
MARK Tambah Jajaran Direksi dan Umumkan Pembagian Dividen

MARK Tambah Jajaran Direksi dan Umumkan Pembagian Dividen

Whats New
Miliki Risiko Kecelakaan Tinggi, Bagaimana Penerapan K3 di Lingkungan Smelter Nikel?

Miliki Risiko Kecelakaan Tinggi, Bagaimana Penerapan K3 di Lingkungan Smelter Nikel?

Whats New
Pemerintah Akan Revisi Aturan Penyaluran Bantuan Pangan

Pemerintah Akan Revisi Aturan Penyaluran Bantuan Pangan

Whats New
Kolaborasi Pentahelix Penting dalam Upaya Pengelolaan Sampah di Indonesia

Kolaborasi Pentahelix Penting dalam Upaya Pengelolaan Sampah di Indonesia

Whats New
Menteri Teten Ungkap Alasan Kewajiban Sertifikat Halal UMKM Ditunda

Menteri Teten Ungkap Alasan Kewajiban Sertifikat Halal UMKM Ditunda

Whats New
Viral Video Petani Menangis, Bulog Bantah Harga Jagung Anjlok

Viral Video Petani Menangis, Bulog Bantah Harga Jagung Anjlok

Whats New
9,9 Juta Gen Z Indonesia Tidak Bekerja dan Tidak Sekolah

9,9 Juta Gen Z Indonesia Tidak Bekerja dan Tidak Sekolah

Whats New
Rombak Direksi ID Food, Erick Thohir Tunjuk Sis Apik Wijayanto Jadi Dirut

Rombak Direksi ID Food, Erick Thohir Tunjuk Sis Apik Wijayanto Jadi Dirut

Whats New
OJK Bakal Buka Akses SLIK kepada Perusahaan Asuransi, Ini Sebabnya

OJK Bakal Buka Akses SLIK kepada Perusahaan Asuransi, Ini Sebabnya

Whats New
Gelar RUPST, KLBF Tebar Dividen dan Rencanakan 'Buyback' Saham

Gelar RUPST, KLBF Tebar Dividen dan Rencanakan "Buyback" Saham

Whats New
Layanan LILO Lion Parcel Bidik Solusi Pergudangan untuk UMKM

Layanan LILO Lion Parcel Bidik Solusi Pergudangan untuk UMKM

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com