Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Indonesia Hengkang Lagi dari OPEC Dinilai Sumir, Kenapa?

Kompas.com - 02/12/2016, 11:45 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah telah memutuskan untuk membekukan sementara keanggotaanya dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak atau OPEC lantaran menolak pemangkasan produksi minyak metah sekitar 37.000 barel per hari (bph).

Keputusan itu lantas dipertanyakan sebab pemerintah mengungkapkan alasan keluar karena keputusan OPEC tidak sesuai dengan asumsi produksi minyak di APBN 2017. Dalam APBN 2017, produksi minyak nasional hanya dipangkas 5.000 bph.

“Kalau alasanya karena APBN, nah ini kan jadi sangat sumir ya maksud saya berapa sih itu dibanding misalnya citra kita dan kredibilitas kita turun dari anggota OPEC,” ujar Pengamat energi sekaligus Direktur Indonesian Resources Studies Marwan Batubara kepada Kompas.com, Jakarta, Kamis (1/12/2016) malam.

Padahal menurut Marwan, Indonesia akan banyak mendapatkan maanfaat bila tetap berada di OPEC. Sebab keputusan OPEC memangkas produski minyak 1,2 juta bph akan berdampak kepada naiknya harga minyak dunia.

Diprediksi, harga-harga komoditas unggulan Indonesia akan ikut merangkak naik seiring terkeraknya harga minyak dunia. Selama ini, kata ia, anjloknya harga komoditas disebabkan harga minyak yang anjlok.

Dengan pulihnya harga minyak dan komiditas andalan ekspor Indonesia, Marwan yakin pendapatan negara akan meningkat.

“Mestinya pemerintah punya komitmen yang kuat sehingga harga itu pulih lagi dan akan mengkonpensasi kurangnya penerimaan APBN akibat pengurangan produksi minyak 37.000 barel tadi,” kata Marwan.

Tak Sebanding

Selain alasan APBN, keputusan Indonesia hengkang dari OPEC juga dinilai tidak sebanding dengan hubungan baik sesama negara pengekspor minyak.

Sebab Indonesia belum lama kembali masuk menjadi anggota OPEC pada Desember 2015 lalu. Marwan ingat betul alasan pemerintah masuk kembali menjadi anggota OPEC pada Desember 2015 lalu.

Saat itu, pemerintah mengatakan bahwa banyak manfaat yang diperoleh bila bergabung dengan organisasi tersebut, salah satunya yakni manfaat lobi sesama anggota.

”Apakah itu sebanding dengan hubungan baik sesama anggota OPEC yang memang kita sangat tergantung impor miyak dari mereka. Dulu waktu kita masuk lagi, itu penghargaan dari anggota karena kita diterima. Tetapi begitu ada masalah sedikit, kita jadi tidak konsisten,” kata Marwan.

Mestinya, pemerintah mempertimbangkan berbagai faktor secara menyeluruh sebelum mengambil keputusan keluar dari OPEC.

Faktor tersebut meliputi citra Indonesia di mata negara OPEC hingga secara lingkup ekonomi luas yang berkaitan dengan komoditas ekspor Indonesia.

Kompas TV Negara OPEC Sepakat Pangkas Produksi Minyak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

IPB Kembangkan Padi 9G, Mentan Amran: Kami Akan Kembangkan

IPB Kembangkan Padi 9G, Mentan Amran: Kami Akan Kembangkan

Whats New
Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Whats New
Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com