KOMPAS.com - Jika perusahaan perintis teknologi keuangan (fintech start-up) - bersinergi dengan bank investasi dan perusahaan sekuritas - dipercaya dapat mendongkrak jumlah investor di Indonesia.
Baca: Potensi Fintech untuk Perluas Penetrasi Pasar Modal (Bagian 1)
Namun demikian, belum banyak fintech start-up yang memfokuskan diri pada pengembangan industri pasar modal, mengingat basis investor domestik yang masih kecil walau peluang bonus demografi dan kelas pekerja diatas 100 juta nampak menggiurkan.
Sebenarnya, pasar modal merupakan institusi jasa keuangan yang siap bersinergi dengan fintech, karena pelaku usahanya telah terbiasa dengan dinamika perkembangan digital di sektor keuangan.
Oleh sebab itu, kolaborasi fintech dengan industri pasar modal seharusnya diarahkan lebih jauh pada akuisisi dan aktivitas nasabah (engagement), selain upaya yang sudah berjalan dalam mengintegrasikan sistem back-office, atau dalam hal terobosan terkait kemudahan transaksi menabung di reksa dana, menabung saham dan menabung obligasi.
Sociotrading sebagai Terobosan Inovatif
Sangat menggembirakan bahwadewasa ini lahir inovasi baru dari ranah fintech pasar modal, salah satunya adalah sociotrading; yaitu jejaring masyarakat investor berbasis digital (lewat forum pada website atau aplikasi mobile). Di Indonesia, platform ini diinisiasi oleh OlahDana yang memfasilitasi layanan mentor keuangan lewat fitur follow & copy-trade secara digital.
Kini lebih banyak manajer investasi juga dapat menyasar segmen ritel yang lebih luas lewat kanal digital seperti yang ditawarkan oleh Bareksa sebagai agen penjualnya. Sebaliknya, konsumen pun diuntungkan karena dapat mengakses begitu banyak pilihan reksa dana yang ditawarkan lewat layanan tersebut.
Perkembangan masa depan dalam dunia fintech pasar modal adalah robotrading, dimana nantinya investor diberi fasilitas untuk mengikuti analisis kuantitatif berbasis statistik dan matematis yang digunakan dalam membuat bauran tabungan saham, reksa dana atau obligasi.
Tren ini tengah berkembang di Jepang dan Korea Selatan namun bagi pasar di Indonesia, fitur ini diperkirakan baru akan berkembang dan dimanfaatkan dalam 5 tahun mendatang mengingat gaya komunikasi masyarakat lokal yang lebih disukai melalui pendekatan personal ketimbang robot.
Selain fintech yang menyasar pasar modal sekunder, ada pula fintech yang menyasar pasar modal pra-perdana (pre-IPO), yang diberi nickname yaitu angel trading atau mungkin lebih dikenal dengan sebutan crowd funding ekuitas, yakni para investor yang patungan bersama untuk membeli saham UMKM di pasar pra-perdana atau pada tahap sebelum perusahaan mapan dan siap melantai di bursa efek.
Pembuktian Fintech
Berbekal potensi besarnya, fintech perlu terus membuktikan apakah peran dan fungsinya secara nyata mampu memberi terobosan dalam interaksi pasar modal dengan masyarakat, melebihi upaya-upaya yang telah ada.
Fintech juga perlu mengukuhkan diri sebagai agen perubahan yang efektif, dimana platform yang ditawarkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia secara tepat dan bahwa strategi manajemen hubungan konsumen ala fintech benar handal serta membawa dampak signifikan bagi industri pasar modal.
Kesiapan pasar domestik sendiri sebenarnya dapat dilihat dari adanya 326,3 juta koneksi mobile phone, kesediaan layanan 3G atau 4G, generasi milenial yang mencapai 80 juta orang dan kelas pekerja yang mencapai lebih dari 100 juta orang, yang diyakini siap dituai oleh layanan fintech melalui pendekatan yang tepat.