Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PP Nomor 72/2016 Dikhawatirkan Hilangkan Pengawasan DPR terhadap BUMN

Kompas.com - 14/01/2017, 17:01 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon mengkritik keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"PP nomor 72 tahun 2016, yang melonggarkan tata cara penyertaan modal negara dan pengalihan kekayaan negara pada BUMN dengan tanpa harus melalui persetujuan DPR, jelas bermasalah. Aturan itu bahkan bisa mengarah kepada pelanggaran konstitusi yang serius," ujar Fadli Zon, Sabtu (14/1/2017).

Menurut politisi Partai Gerindra itu, pelanggaran konstitusi berpotensi terjadi karena semua hal yang terkait dengan masalah keuangan dan kekayaan negara harus dibahas dan disetujui oleh DPR. Aturan ini sesuai dengan UUD 1945 Pasal 23.

"Sebagai obyek APBN, maka setiap bentuk pengambilalihan atau perubahan status kepemilikan saham yang termasuk kekayaan negara haruslah sepengetahuan dan mendapatkan persetujuan DPR," ujar Fadli.

"Itu juga merupakan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara," kata dia.

Pemerintah, menurut Fadli, tidak bisa seenaknya merusak mekanisme ketatanegaraan dengan menyusun aturan yang bertentangan dengan undang-undang, dan bahkan konstitusi.

"PP nomor 72/2016 merupakan upaya lanjutan untuk menggunting pengawasan DPR terhadap BUMN, di mana upaya-upaya awalnya sudah lama dilakukan pemerintah," ujarnya.

Fadli mencontohkan, untuk membiayai program infrastruktur, misalnya, pemerintah yang sedang tidak punya uang telah mendorong BUMN untuk membuat utang sendiri.

"Seperti yang dilakukan sejak 2015 lalu," ucapnya.

Fadli Zon menilai, apa yang dilakukan pemerintah terhadap BUMN dalam kaitannya dengan proyek pembangunan infrastruktur ini bisa dianggap sebagai bentuk penolakan terhadap pengawasan DPR.

Sebab, di atas kertas setiap utang luar negeri pemerintah seharusnya melalui persetujuan DPR. Namun, dengan melempar utang itu ke BUMN, dengan menjadikan seolah berbagai proyek pembangunan infrastruktur adalah proyek "business to business" dari BUMN, maka persetujuan DPR itu seolah tidak lagi diperlukan.

"Kini, pengguntingan peran DPR itu ingin dilakukan juga dalam kaitannya dengan pengalihan kekayaan negara. Pemerintah seolah ingin berjalan tanpa kontrol. Ini berbahaya sekali," ujar Fadli.

Kompas TV Anak-anak Usaha BUMN Akan IPO di 2017
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com