Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Tren Negatif Kinerja Ekspor dan Titik Balik 2017

Kompas.com - 20/01/2017, 06:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

Awal pekan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan nilai ekspor Indonesia sepanjang 2016 sebesar 144,43 miliar dollar AS atau setara Rp 1.920 triliun (asumsi kurs Rp 13.300 per dollar AS). Nilai tersebut turun 3,95 persen dibandingkan tahun 2015 yang sebesar  150,37 miliar dollar AS.

Tahun 2016 pun makin memperpanjang tren penurunan ekspor Indonesia yang terjadi sejak 2012. Artinya, sudah lima tahun berturut-turut, ekspor Indonesia terus menurun atau tumbuh negatif.

Dilihat dari laju pertumbuhan ekspor, Indonesia lebih buruk dibandingkan negara-negara tetangga seperti Thailand, Filipina, dan Malaysia.

Mengapa kinerja ekspor Indonesia begitu terpuruk dalam lima tahun terakhir? Banyak faktor penyebabnya, baik berasal dari eksternal maupun internal.

Faktor eksternal antara lain lesunya perekonomian global dan jatuhnya harga komoditas. Lesunya perekonomian global menyebabkan transaksi perdagangan dunia menurun. Akibatnya, permintaan barang dari Indonesia juga menyusut.

Negara-negara utama pengimpor barang dari Indonesia seperti China dan Amerika Serikat, kondisi ekonominya agak memburuk dalam beberapa tahun terakhir sehingga berimbas pada daya beli masyarakatnya.

Pertumbuhan ekonomi China terus menurun dari 10,6 persen pada 2010 menjadi 6,9 persen pada 2015 dan diperkirakan hanya mencapai 6,7 persen pada 2016.

Seiring lemahnya permintaan global dan persaingan produsen minyak, harga komoditas pun anjlok. Harga minyak dunia yang jatuh drastis dari kisaran 100 dollar AS per barrel menjadi hanya sekitar 25 dollar AS per barrel telah menyeret turun harga sejumlah komoditas baik secara langsung maupun tidak langsung.

Harga komoditas seperti gas, crude palm oil (CPO), batu bara, mineral, baja, karet pun anjlok. Padahal hampir 70 persen ekspor Indonesia merupakan komoditas, baik mentah maupun yang telah diolah menjadi bahan baku. Hanya sekitar 30 persen saja, ekspor Indonesia yang berupa barang jadi hasil pabrikan.

M Fajar Marta/Kompas.com Nilai ekspor Indonesia

Adapun faktor internal antara lain kurangnya daya saing produk ekspor dan penurunan produksi sejumlah komoditas. Lemahnya daya saing terutama produk olahan nonmigas membuat banyak pasar ekspor Indonesia direbut negara lain seperti Filipina dan Vietnam.

Jatuhnya kinerja ekspor tentu berimbas pada perekonomian Indonesia. Kontribusi ekspor barang dan jasa terhadap produk domestik bruto (PDB) turun dari 26,36 persen pada 2011 menjadi 21 persen pada 2015 dan diperkirakan hanya 19 persen pada 2016.  

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus menurun dari 6,44 persen pada 2011 menjadi 4,79 persen pada 2015, salah satunya juga dipicu oleh memburuknya kinerja ekspor.

Titik balik

Bagaimana peluang ekspor Indonesia 2017? Apakah tetap akan melanjutkan tren penurunan atau menjadi titik balik bagi pertumbuhan yang positif?

Peluang tahun 2017 akan menjadi titik balik kinerja ekspor cukup besar. Ada sejumlah indikator yang bisa dilihat.

Halaman:



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com