JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah krisis keuangan pada 1998 silam, stabilitas sistem keuangan menjadi hal yang penting. Selain itu, untuk memperluas literasi dan penetrasi layanan dan produk jasa keuangan, edukasi terhadap masyarakat juga harus terus dilakukan.
Bank Indonesia (BI) adalah otoritas yang mengatur dan mengawasi aspek moneter dan sistem pembayaran.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertugas mengatur dan mengawasi kegiatan industri jasa keuangan secara terpadu.
Mengingat pentingnya stabilitas sistem keuangan, maka koordinasi antara kedua lembaga harus terus dilangsungkan.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengungkapkan, koordinasi BI dan OJK, tidak terkecuali Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sangat vital untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
Eko menuturkan, saat ini sangat diperlukan peran stabilitas sektor keuangan dan perlindungan konsumen keuangan.
Selain itu, pada saat yang sama penting pula melakukan edukasi keuangan yang masif serta inklusi keuangan yang terus berkesinambungan ke berbagai lapisan masyarakat di seluruh daerah.
“Aspek kemampuan (OJK) untuk berkoordinasi dengan BI, sangat dibutuhkan, tujuannya agar mampu menjaga sektor keuangan dan integritas. Fungsinya, agar pengawasan jauh lebih objektif, terutama di sektor mikroprudensial,” jelas Eko dalam pernyataan resminya, Rabu (1/2/2017).
Prinsip-prinsip saling memperkuat kewenangan dari masing-masing lembaga, imbuh Eko, harus diprioritaskan dalam memperlancar tugas menjaga kestabilan sistem keuangan Indonesia.
Selain itu, keberlanjutan dari program yang telah dibangun dan dikerjakan juga penting.
Pasalnya, saat ini sangat diperlukan peran stabilitas sektor keuangan dan perlindungan konsumen keuangan.
Ia memberi contoh, OJK telah meluncurkan berbagai program strategis seperti Laku Pandai, Jaring, Layanan Keuangan Mikro, Simpanan Pelajar, Sistem Perijinan dan Registrasi Terintegrasi, Tim Percepatan Akses Keuangan Pemerintah Daerah (TPAKD) dan Satgas Waspada Investasi.
Pun OJK juga telah melahirkan Masterplan Sektor Jasa Keuangan 2015-2019, yang terdiri dari tiga arah pengembangan sektor jasa keuangan yaitu kontributif, stabil dan inklusif.
Sekedar informasi, kinerja dan stabilitas industri jasa keuangan, khususnya perbankan berada dalam kondisi normal.
Total aset perbankan sampai November 2016 mencapai Rp 6.582 triliun. Rasio permodalan (CAR) meningkat dari posisi 19,57 persen pada Desember 2014 menjadi 23,04 persen pada November 2016.
Adapun total kredit mencapai Rp 4.285 triliun, dengan jumlah dana pihak ketiga mencapai Rp 4.837 triliun.