Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Efektifkah Toko Tani Indonesia Meringkas Distribusi Cabai?

Kompas.com - 10/02/2017, 09:45 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Harga cabai yang kembali naik di Februari membuat Kementerian Pertanian (Kementan) segera melakukan langkah strategis untuk meredam kenaikan harganya.

Selain melakukan beberapa upaya solusi pada sektor hulu, Kementan juga melakukan pemangkasan rantai distribusi pangan melalui Toko Tani Indonesia (TTI).

Seperti diketahui, program pengendalian harga bahan pangan yaitu Toko Tani Indonesia dari Kementerian Pertanian mulai terdengar saat menjelang Hari Raya Idul Fitri 2016 lalu.

Toko Tani Indonesia (TTI) diharapkan menjadi purwarupa pemangkasan rantai distribusi pangan di Indonesia.

Tercatat, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman meresmikan TTI pusat Pasar Minggu Jakarta Selatan, pada Juni 2016. Pada pelaksanannya TTI menjual berbagai jenis komoditas pokok, seperti beras, daging sapi, ayam, minyak goreng, cabai merah, bawang merah dan bawang putih, serta gula pasir.

Mentan menjelaskan, berbagai komoditas pokok yang ditawarkan TTI dengan harga murah lantaran penjualan dilakukan langsung oleh produsen bersama TTI dan berbagai produsen swasta di Indonesia.

Namun, delapan bulan berjalan setelah diresmikan hingga Fabruari 2017, efektivitas TTI dalam memangkas rantai distribusi pangan dan pengendalian harga pangan belum berdampak signifikan.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) M Maulana mengatakan, efektivitas Toko Tani Indonesia (TTI) perlu dievaluasi.

Evaluasi diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh efektifitas TTI dalam memotong mata rantai dan menguntungkan konsumen. Salah satunya adalah indikator stabilnya harga pangan di pasar yang masih bergejolak dan cenderung dalam keadaan tinggi. 

"Tujuan akhirnya pengendalian harga, tapi kenyataan di lapangan, harga masih bergejolak dan cenderung tinggi," ujarnya.

Pada bulan Februari ini Kementan kembali menghidupkan TTI yang seakan mati suri dalam menjaga kestabilan harga pangan.

Untuk wilayah Jakarta telah disiapkan 22 TTI yang menjual bahan pangan pokok seperi beras, gula pasir, cabai, hingga daging sapi.

Menurut Mentan, Jakarta menjadi barometer harga pangan di Indonesia, maka diperlukan jumlah TTI yang lebih banyak dan merata di sejumlah wilayah Ibu Kota.

TTI vs Bulog

Pengamat Pertanian IPB Dwi Andreas mengatakan, daripada menjalankan program baru seperti TTI yang efektivitasnya diragukan, lebih baik menguatkan peranan Badan Urusan Logistik (Bulog).

"Kalau TTI sebagai langkah dalam emergency ya sah-sah saja, tetapi berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi, mengapa tidak sebaiknya menguatkan Bulog," kata dia kepada Kompas.com, Kamis (9/2/2017).

Menurut dia, guna pengendalian harga dan pasokan pangan dipasaran lebih baik mengerahkan yang selama ini sudah ada infrastrukturnya seperti Bulog.

Dari berbagai persoalan terkait lonjakan harga cabai, menurut dia, semata-mata bukanlah faktor alam sebagai faktor utama.

Sebab, ternyata ada masalah seperti rantai pasok, tata niaga pasar, hingga dugaan praktik-praktik nakal oleh oknum yang tidak bertanggung jawab yang merangkum kenaikan harga cabai.


Kompas TV Mendag: Cabai Naik karena Cuaca, Kami Tak Bisa Kontrol

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com