Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Agraris, Mengapa Harga Pangan di Indonesia Rawan Bergejolak?

Kompas.com - 19/02/2017, 16:39 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Gemah ripah loh jinawi, ungkapan kata yang sering disematkan pada Indonesia, kata tersebut memiliki arti yakni kekayaan alam yang berlimpah.

Sebagai negara agraris, Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang melimpah ditambah posisi Indonesia yang dinilai amat strategis. Mulai dari sisi geografis, Indonesia terletak pada daerah tropis yang memiliki curah hujan yang tinggi sehingga banyak jenis tumbuhan yang dapat hidup dan tumbuh dengan cepat.

Selain itu dari sisi geologi, Indonesia terletak pada titik pergerakan lempeng tektonik sehingga banyak terbentuk pegunungan yang kaya akan mineral.

Daerah perairan di Indonesia kaya sumber makanan bagi berbagai jenis tanaman, ikan, dan hewan laut, dan juga mengandung berbagai jenis sumber mineral.

Negara Agraris

Indonesia juga dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduk Indonesia mempunyai pencaharian di bidang pertanian atau bercocok tanam.

Pada Februari 2016, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat 31,74 persen angkatan kerja di Indonesia atau 38,29 juta bekerja di sektor pertanian.

Dengan angka tersebut, telah terjadi hampir dua juta pekerja sektor pertanian beralih ke sektor lain hanya dalam setahun.

Sebagai agraris, pertanian di Indonesia menghasilkan berbagai macam tumbuhan komoditas ekspor, antara lain padi, jagung, kedelai, sayur-sayuran, aneka cabai, ubi, dan singkong.

Selain itu, Indonesia juga dikenal dengan hasil perkebunannya, antara lain karet, kelapa sawit, tembakau, kapas, kopi, dan tebu.

Sejarah mencatat Indonesia pernah mengalami masa swasembada pangan, khususnya komoditas beras, pada dekade 1980-an. Namun di sisi lain, Indonesia kerap mengimpor bahan pangan dari negara-negara lain.

Persoalannya cukup dinamis, mulai dari persediaan yang terbatas, harga berbagai komoditas pangan yang sering bergejolak, hingga praktik nakal dalam rantai distribusi pangan.

Pengamat Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas mengungkapkan, ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi naik turunnya harga pangan pada saat ini.

"Pertama, karena produk pertanian sifatnya musiman, jadi sesuai musim, ada puncak-puncak dimana produksi tinggi lalu ada waktu-waktu terjadi paceklik atau tidak ada produksi itu yang salah satunya menyebabkan harga pangan itu selalu fluktuatif," ujar Andreas saat berbincang dengan Kompas.com, Minggu (19/2/2017).

Menurutnya, faktor kedua adalah, sifat dari produk pertanian yang sebagian besar mudah rusak dan tidak tahan lama.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com