Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Pemerintah dan Freeport Saling Ancam Terkait Arbitrase

Kompas.com - 20/02/2017, 17:08 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Freeport McMoran Inc menganggap pemerintah Indonesia berlaku tak adil karena menerbitkan aturan yang mewajibkan perubahan status Kontrak Karya (KK) ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Sebagai reaksi perusahaan yang bermarkas di Amerika Serikat (AS) tersebut, Presiden Direktur Freeport McMoran Inc, Richard Adkerson berencana membawa permasalahan tersebut ke penyelesaian sengketa di luar peradilan umum (arbitrase) jika tak kunjung menemui kata sepakat.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menegaskan, pengajuan arbitrase bukan hanya bisa dilakukan oleh Freeport. Mantan Menteri Perhubungan ini menegaskan, pemerintah pun bisa mengajukan kasus ini ke arbitrase.

"Ini sebenarnya mau berbisnis atau berperkara? Saya kira Freeport kan badan usaha, kalau berbisnis pasti dirundingkan. Kalau tidak tercapai titik temu memang hak masing-masing untuk bisa bawa ke arbitrase. Bukan hanya Freeport yang bisa bawa ke arbitrase, pemerintah juga bisa," tegas Jonan di Jakarta, Senin (20/2/2017).

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah telah menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi untuk PT Freeport Indonesia (PTFI) berdasarkan peraturan pemerintah nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017).

Dalam aturan tersebut, mewajibkan perusahaan tambang pemegang Kontrak Karya (KK) untuk mengubah status kontraknya menjadi IUPK. Namun, hal ini tidak diterima oleh Freeport.

CEO Freeport McMoran Inc, Richard Adkerson secara tegas mengatakan, pemerintah dianggap berlaku sepihak dalam menerbitkan aturan tersebut. Sehingga hingga saat ini belum menemui kata sepakat antara PTFI dengan pemerintah Indonesia.

"Hukum KK Freeport tidak dapat ditentukan sepihak bahkan dengan aturan yang baru. Pemerintah dan Freeport tidak mencapai kesepakatan di mana kontrak karya tidak dapat untuk operasi," ujar Adkerson.

Sehingga, pihaknya berencana mencapai kata sepakat melalui arbitrase jika antara pemerintah Indonesia dengan PTFI tak juga menempuh kata sepakat.

"Belum secara pasti ke arbitrase, tetapi jika tak ada juga kata sepakat maka ada rencana akan kesana (arbitrase)," terangnya.

Kompas TV Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Chappy Hakim mengundurkan diri dari jabatannya. Kepastian pengunduran Chappy Hakim dari perusahaan tambang asal Amerika Serikat, Freeport Indonesia disampaikan pada Sabtu (18/2) kemarin. Pengunduran diri yang disampaikan Chappy Hakim telah disetujui oleh PT Freeport. Sejak ditunjuk sebagai presiden direktur, Chappy Hakim manjabat kurang dari 4 bulan. Sebelumnya, Chappy Hakim telah menyampaikan pengunduran dirinya, seperti yang dimuat laman Tribunnews.Com Pengunduran diri Chappy Hakim berselang lima hari setelah adanya laporan anggota Komisi VII DPR Muktar Tompo ke Mabes Polri. Laporan ini disampaikan Mukhtar Tompo karena merasa mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan. Mundur dari jabatan sebagai presiden direktur, kini Chappy Hakim menjabat penasihat senior PT Freeport Indonesia. Chappy menjabat sebagai Presiden Direktur PT Freeport sejak 20 November 2016 hingga 18 Februari 2017. Sebelum berkarier di PT Freeport, Chappy Hakim merupakan kepala staf angkatan udara pada 2002 hingga 2005.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang



Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com