Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agar Dapur Tetap Mengepul Saat Masa Peremajaan Sawit

Kompas.com - 23/02/2017, 22:35 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kelapa sawit menjadi motor utama penggerak perekonomian warga masyarakat di Desa Tidar Kuranji, Kecamatan Maro Sebo Ilir, Kabupaten Batanghari, Jambi.

Kelompok tani di kawasan tersebut yang mengandalkan sawit salah satunya adalah KUD Subur Makmur. Rosul, petani yang juga Ketua KUD Subur Makmur menuturkan, dengan lahan seluas 1.200 hektare, kelapa sawit memang menjadi tumpuan hidup lebih dari 500 keluarga tani.

KUD Subur Makmur terdiri dari 25 kelompok tani, dengan tiap-tiap kelompok tani terdiri dari 22 orang anggota kelompok.

Meski hasil dari perkebunan bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun masalah selalu saja muncul, salah satunya ketika masa peremajaan (replanting).

Maklum, kebun sawit yang sudah berusia senja atau di atas 25 tahun perlu dilakukan peremajaan agar produktivitasnya optimal dan buahnya memberikan harga terbaik.

Dua tahun lagi, kebun milik petani plasma PT Inti Indosawit Subur itu harus memasuki masa peremajaan. Inti Indosawit Subur adalah anak perusahaan dari Asian Agri Group.

Pada masa peremajaan berlangsung, praktis para petani tidak mendapatkan pemasukan tetap dari hasil perkebunan. Mereka baru bisa memanen hasil sawit dari tanaman baru, tiga tahun setelah masa peremajaan.

Beruntung sebagai petani plasma, Rosul dan kawan-kawannya mendapatkan pelatihan dan pembinaan program ekonomi alternatif.

"Kami saat ini sudah memulai dengan menanam cabai," kata Rosul saat ditemui Kompas.com di Maro Sebo Ilir, Batanghari, Jambi awal pekan ini.

Komoditas hortikultura yang belakangan harganya "pedas" bukan main gara-gara musim penghujan itu rupanya cocok ditanam di Maro Sebo Ilir. Hingga saat ini, sudah ada 70 petani yang menanam cabai di lahan secara sporadis.

Rosul tak menyebutkan berapa total lahan yang digunakan untuk tanaman cabai. Sebab umumnya, cabai ditanam di lahan-lahan kosong secara terpisah. Lahan nganggur milik desa dengan kesepakatan juga dimanfaatkan untuk menyokong perekonomian pada masa peremajaan.

"Kurang lebih saat ini ada tujuh blok yang tanam cabai. Satu blok luasnya sekitar 2,5 hektare," ucap Rosul. Produktivitas cabai yang ditanam juga cukup lumayan banyak. Setiap hari KUD Subur Makmur bisa menyerap hingga satu ton cabai hasil dari tujuh blok tersebut.

Cabai-cabai itu lantas dijual ke para pedagang di Bulian, Palimo, dan Jambi. "Mereka yang datang ke KUD untuk mengambil cabai. Karena kita kan enggak bisa simpan lama-lama, takut busuk," ucap Rosul.

Jenis cabai yang ditanam beragam. Namun yang paling banyak adalah jenis cabai rawit merah dan cabai keriting. Adapun bibit dan obat-obatannya berasal dari daerah lain yakni Yogyakarta.

Karena dari petani langsung, harga cabai yang dijual KUD Subur Makmur cukup murah, hanya Rp 65.000 per kilogram. Namun karena dikerjakan secara mandiri oleh petani, mulai dari pra hingga pasca panen, maka keuntungan pun dirasakan masih lumayan.

"Ada tambahan pendapatan 30 persen," kata Rosul tanpa menyebutkan nominalnya. Sebagai hitung-hitungan kasar, apabila mempekerjakan buruh tani, maka biaya pengolahan tanaman cabai bisa menelan dana Rp 68.000 per hari.

Itu dengan asumsi jam kerja buruh antara pukul tujuh pagi hingga dua siang. Tetapi karena dikerjakan sendiri sembari menunggu sawit, maka biaya pengolahan cabai pun tidak setinggi apabila mempekerjakan buruh.

Tahun ini, Rosul berharap ada tambahan petani yang mau ikut menanam cabai sebanyak 50 orang atau sekitar dua kelompok tani. Selain itu, ia juga tengah menjajaki rencana pengembangan tanaman buah naga, tetapi masih mempertimbangkan pasar yang akan menyerap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com