Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditjen Pajak Bersiap Hadapi Sengketa Pajak dengan Google

Kompas.com - 16/03/2017, 10:39 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mulai menyiapkan ancang-ancang menghadapi sengketa pajak dengan Google.

Melalui Surat Edaran Nomor SE-04/PJ/2017, Ditjen Pajak mempertegas penentuan Badan Usaha Tetap (BUT) bagi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang menyediakan layanan aplikasi atau konten melalui internet atau over the top (OTT).

Menurut Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama, pada prinsipnya, surat edaran itu memberikan penegasan dan penjelasan penentuan BUT.

"Penentuan berdasarkan ketentuan yang berlaku, yakni UU Pajak Penghasilan (PPh) dan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B),"  kata dia, Rabu (15/3/2017).

Hestu mengakui, pertimbangan dikeluarkannya surat edaran ini juga berhubungan dengan upaya penyelesaian pajak Google yang hingga saat ini masih belum menemukan titik terang.

Dia menegaskan bahwa Google memang memiliki BUT di Indonesia. Ini berlaku juga untuk SPLN lain yang menyediakan layanan OTT.

Mengutip UU PPh, dalam surat edaran itu, Ditjen Pajak menegaskan yang dimaksud BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia.

BUT bisa berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik; bengkel, gudang, ruang untuk promosi dan penjualan, pertambangan dan penggalian sumber alam.

BUT juga berupa wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi, hingga komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

Sedang dalam P3B, laba usaha yang diperoleh SPLN dapat dikenai pajak di Indonesia, sepanjang dilakukan melalui BUT di Indonesia.

Kepala Kantor Ditjen Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv bilang, Google masih menolak sebagai BUT.

"Kami sudah punya jurus taklukkan Google, bahwa sebetulnya dia punya BUT di Indonesia. Saya punya bukti," kata Haniv.

Menurutnya, permohon keringanan perpanjangan waktu menyerahkan laporan keuangan elektronik telah mengubah negosiasi.

Ditjen Pajak akhirnya meminta kewajiban pajak Google dari pendapatan 2016, tidak hanya sampai 2015. (Ghina Ghaliya Quddus, Ramadhani Prihatini)


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber KONTAN
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com