Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Berly Martawardaya
Dosen

Dosen Magister Kebijakan & Perencanaan Kebijakan Publik (MPKP) di FEB-UI, Ekonom INDEF dan Ketua PP Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)

Bagaimana Indonesia Menghindari Krisis Energi?

Kompas.com - 08/05/2017, 11:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

 

Masa boom minyak di dekade 80-an membawa banyak manfaat pada  Indonesia. Pendapatan dari meningkatnya harga minyak banyak digunakan untuk berbagai program pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Indonesia sudah menjadi anggota OPEC pada tahun 1962, hanya dua tahun setelah organisasi negara eksportir minyak tersebut didirakan.

Namun pada tahun 2008 Indonesia telah menjadi negara net importer minyak bumi dan memutuskan untuk keluar dari OPEC.

Tahun 2015 Indonesia sempat bergabung kembali untuk men-suspend keanggotaannya karena tidak mau mengikuti pemotongan produksi di 2016.

Data pada Sistem Monitoring Volume Lifting Minyak dan Gas Bumi (SMV- LMGBM) di Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa pada rata-rata harian lifting pada bulan April 2017 adalah sebesar 791,1 ribu barel per hari.  

Rencana Strategis ESDM 2015-2019 menyatakan bahwa pada tahun 1995, produksi minyak Indonesia mencapai 1.600 ribu barel per hari alias dua kali lipat sekarang.

Adapun konsumsi BBM Indonesia meningkat dari 62,1 juta liter di tahun 2007 menjadi 75,1juta liter di 2016 atau kenaikan sebesar mencapai 21 persen.  

Dengan penjualan mobil beberapa tahun belakangan selalu menembus satu juta dan penjualan motor sekitar 5-6 juta, maka demand minyak bumi dan BBM juga terus meningkat.

Bukan lagi net eksportir

Kondisi sekarang di mana Indonesia bukan lagi net eksportir minyak bumi membawa beberapa konsekuensi pada kondisi dan stabilitas ekonomi makro.

Impor minyak bumi yang berkesinambungan dari tahun ke tahun dilakukan dalam mata uang dolar. Teori ekonomi menyatakan bahwa impor yang nilainya signifikan akan menurunkan mata uang negara pembeli.

Apalagi kalau para pelaku pasar bisa membaca bahwa impor tersebut akan berkelanjutan di masa depan. Tidak heran bahwa Rupiah melemah drastis dari kisaran 9.000 per dolar di tahun 2008 dan sempat mencapai 14.700 di akhir 2015.

Saat Ini kurs rupiah “diselamatkan” oleh turunnya harga minyak dunia yang terpengaruh oleh melambatnya ekonomi global. Namun para perumus kebijakan ekonomi dan energi Indonesia harus menyiapkan rencana  adaptasi jika ekonomi menguat dan harga minyak bumi meningkat lagi.

Impor minyak bumi juga perlu dibayar dengan devisa yang didapat dari ekspor barang dan jasa Indonesia. Apabila impor minyak bumi terus meningkat maka ekspor barang dan jasa juga harus di tingkatkan untuk membayarnya.

Bagaimanapun barang impor bukan hanya minyak dan gas. Indonesia juga membutuhkan banyak barang modal dan barang antara untuk produksi dan konsumsi dalam negeri.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ekonomi China Tumbuh Lebih dari Perkiraan, Pemerintah Berharap Investasi Jalan Terus

Ekonomi China Tumbuh Lebih dari Perkiraan, Pemerintah Berharap Investasi Jalan Terus

Whats New
Pemerintah Pantau Harga Minyak untuk Kebijakan Subsidi Energi

Pemerintah Pantau Harga Minyak untuk Kebijakan Subsidi Energi

Whats New
Dorong Kesejahteraan Pegawai, Bank Mandiri Integrasikan Program 'Well-Being'

Dorong Kesejahteraan Pegawai, Bank Mandiri Integrasikan Program "Well-Being"

Whats New
CEO Apple Berkunjung ke Indonesia, Bakal Tanam Investasi?

CEO Apple Berkunjung ke Indonesia, Bakal Tanam Investasi?

Whats New
Konflik Iran-Israel, Kemenaker Pantau Situasi di Timur Tengah

Konflik Iran-Israel, Kemenaker Pantau Situasi di Timur Tengah

Whats New
Menperin: Konflik Iran-Israel Bikin Ongkos Produksi Energi RI Naik

Menperin: Konflik Iran-Israel Bikin Ongkos Produksi Energi RI Naik

Whats New
Pelaku Industri Satelit Nasional Mampu Penuhi Kebutuhan Akses Internet Domestik

Pelaku Industri Satelit Nasional Mampu Penuhi Kebutuhan Akses Internet Domestik

Whats New
Sebanyak 930 Perusahaan Nunggak Bayar THR, Terbanyak di DKI Jakarta

Sebanyak 930 Perusahaan Nunggak Bayar THR, Terbanyak di DKI Jakarta

Whats New
3 Faktor Kunci yang Pengaruhi Perekonomian RI Menurut Menko Airlangga

3 Faktor Kunci yang Pengaruhi Perekonomian RI Menurut Menko Airlangga

Whats New
IHSG Melemah, Ini 5 Saham Paling 'Boncos'

IHSG Melemah, Ini 5 Saham Paling "Boncos"

Whats New
10 Bandara Tersibuk di Dunia Sepanjang Tahun 2023

10 Bandara Tersibuk di Dunia Sepanjang Tahun 2023

Whats New
Kedubes Denmark Buka Lowongan Kerja, Gaji Rp 132 Juta Per Tahun

Kedubes Denmark Buka Lowongan Kerja, Gaji Rp 132 Juta Per Tahun

Whats New
Pelemahan Rupiah Akan Berpengaruh pada Manufaktur RI

Pelemahan Rupiah Akan Berpengaruh pada Manufaktur RI

Whats New
Rupiah 'Ambles', Pemerintah Sebut Masih Lebih Baik dari Ringgit dan Yuan

Rupiah "Ambles", Pemerintah Sebut Masih Lebih Baik dari Ringgit dan Yuan

Whats New
Perkuat Struktur Pendanaan, KB Bank Terima Fasilitas Pinjaman 300 Juta Dollar AS dari Korea Development Bank

Perkuat Struktur Pendanaan, KB Bank Terima Fasilitas Pinjaman 300 Juta Dollar AS dari Korea Development Bank

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com