Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Dunia Rekomendasikan Penggabungan PGN-Pertagas

Kompas.com - 01/06/2017, 19:00 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Dunia telah menerbitkan bingkai kerja terkait optimalisasi dan investasi infrastruktur gas di Indonesia. Bank Dunia merekomendasikan pemerintah untuk menyelesaikan proses penggabungan Perusahaan Gas Negara (PGN) dengan Pertagas.

Dikutip dari risetnya, Kamis (1/6/2017), rekomendasi Bank Dunia untuk penggabungan PGN dengan Pertagas sejalan dengan Indonesia yang saat ini membutuhkan perusahaan gas besar dan kuat.

Dengan demikian, perusahaan ini bisa mendukung pembangunan ekonomi Indonesia.

Bank Dunia menjabarkan poin-poin rekomendasi mengenai industri gas di Indoneaia. Bank Dunia menyarankan agar pemerintah segera membenahi kriteria seleksi investasi jaringan pipa dan melakukan revisi struktur tarif dasar gas.

Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan daya saing dan memberi efisiensi. Rekomendasi lainnya adalah rasionalisasi strategi FSRU dengan tujuan membangun lebih sedikit terminal besar dan menyelesaikan proses merger perusahaan besar PGN dengan Pertagas.

Pengamat Energi dan Mineral Universitas Indonesia Berly Martawardaya menyatakan, semakin cepat pemerintah menyelesaikan penggabungan atau akuisisi Pertagas oleh PGN, maka akan memberi banyak hal positif.

“Misalnya, kalau yang namanya pembelian pipa itu dilakukan dua perusahaan dan pembangunan infrastrukturnya itu mahal. Berbeda dengan satu perusahaan yang terintegrasi. Jadi kalau double perusahaan yang membangun itu (PGN dan Pertagas) itu akan menelan biaya yang mahal dan tidak efektif,” kata Berli.

Ia mengungkapkan, pemerintah bisa memiliki perusahaan gas yang kuat jika proses merger segera dilaksanakan segera. Target mergernya pun harus diputuskan, yakni minimal paling lambat tahun depan.

Adapun tahun 2017 ini adalah persiapan untuk segera pembahasan dan penyelesaian. Sehingga di tahun 2018, perusahaan yang merger sudah bisa beroperasi.

“Paling lambat tahun depan. Karena 2019 sudah tahun Pemilu, takutnya nanti pemerintah tidak sempat bahas dan ini jadi terbengkalai lagi,” ujar Berly.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com