Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fatwa Medsos MUI Dorong Literasi Digital Masyarakat

Kompas.com - 10/06/2017, 14:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial (medsos) awal pekan ini. Keberadaan fatwa tersebut bukan menjadi akhir untuk menghentikan konten negatif di medsos, melainkan baru awal perjalanan.

Fatwa medsos tersebut perlu gencar disosialisasikan dan menjadi bagian untuk mendorong literasi digital kepada masyarakat. Pendapat itu diserukan oleh Direktur Eksekutif ICT Watch, Donny BU.

Donny menuturkan pendangannya mengenai fatwa medsos yang baru saja diumumkan. Menurutnya isi dari fatwa tersebut normatif, yang artinya sudah lama ada dalam netiket alias etika berinternet.

Bedanya, menurut Donny, kalau netiket sifatnya adalah konsensus, kesepakatan bersama untuk dipatuhi bersama, tidak ada konsekuensi jika tidak dipatuhi, paling ujung-ujungnya terkucilkan atau jadi dianggap aneh sendiri.

"Nah, kalau fatwa ulama kan konsekuensinya bagi Umat Islam dan yang berpedoman padanya adalah soal halal vs haram, pahala vs dosa. Kalau dosa atau haram, maka konsekuensinya ya minta maaf, bertobat, dan janji tidak mengulangi. Dimensinya kan pada urusan keyakinan masing-masing," ujar Donny, melalui keterangannya, Kamis (8/6/2017).

Namun demikian, ia menegaskan, esensi pesan yang dibungkusnya relatif sama dengan netiket, yaitu panduan atau pedoman hubungan antar manusia di internet.

Lalu selain netiket dan fatwa, ada kemasan lain, yakni berbentuk regulasi pemerintah yang berisi mana yang boleh dan mana yang tidak. Bila melanggaranya, maka aturan hukum positifnya bisa dikenai perdata, pidana, denda administratif, kerja sosial, permintaan terbuka, atau lainnya.

Contoh di level ini, sudah adanya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Sehingga, Donny berpendapat bahwa tidak perlu diteruskan dengan adanya Peraturan Pemerintah (Permen) untuk menguatkan fatwa medsos.

Mengenai seberapa efektifnya pedoman tersebut, maka itu perlu ditanyakan kepada masyarakatnya apakah sekarang punya kemampuan membaca panduannya atau tidak.

"Membaca di sini bukan harafiah membaca huruf tapi juga memahami 'asbabun nuzul' (sebab-sebab, apa dan mengapa) pedoman tersebut dirilis, apa kaitan pada dirinya dan konsekuensi pada kalam dan perilakunya," sebut penggerak Internet Sehat ini.

"Kemampuan 'membaca' inilah yang saya sebut dengan literasi. Literasi apa? ya literasi digital khususnya jika bicara internet dan medsos," tambah jebolan Universitas Gunadarma itu menjelaskan.

Maka dari itu, Donny mengungkapkan tak hanya menghadirkan pedoman saja tetapi juga bagaimana agar masyarakat Indonesia membaca, memahami, dan mengamalkan isi pedoman tersebut. Terlebih ada anggapan bahwa fatwa medsos terlambat ataupun UU ITE yang dinilai belum terasa hasilnya.

"Saya sih gak mau ambil pusing apalagi ambil peran dalam perdebatan di atas. Silakan aja yang masih punya waktu dan benwit untuk hal tersebut, saya lebih fokus kini mendorong literasi digital seluas-luasnya ke masyarakat Indonesia dengan kerjasama multi stakeholder," tuturnya.

"Contohnya, ya via program Internet Sehat, karena literasi digital inilah yang saya yakini sebagai pondasi terpenting dari membangun masyarakat informasi dan peradaban digital Indonesia," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com