Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kadin Anggap Bisnis Model 7-Eleven Tidak Cocok di Indonesia

Kompas.com - 26/06/2017, 07:28 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menganggap, tutupnya 7-Eleven (atau sering disebut Sevel) di Indonesia akibat ketidakcocokan model bisnis yang diterapkan oleh 7-Eleven dengan gaya hidup masyarakat di Indonesia.

"Kadin lihatnya 7-Eleven mungkin bisnis modelnya kurang pas," ujar Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani pada acara open house Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto, di Kawasan Widya Chandra III, Jakarta Selatan, Minggu (25/6/2017).

Rosan mengungkapkan, bisnis ritel merupakan bisnis yang memiliki margin keuntungan yang tidak besar.

"Tapi untuk 7-Eleven sudah modalnya besar untuk sewa tempat. Justru malah banyak dipakai untuk nongkrong daripada belanja," kata Rosan.

Dengan itu, dari sisi penjualan gerai tak akan mampu menutupi tingginya biaya operasional yang tidak sebanding dengan pemasukan.

"Sementara kompetitornya memang yang beli, keluar masuknya sedikit. Tapi volume transaksinya relatif besar. Di Sevel orang beli satu Coca-cola saja nongkrongnya dua tiga jam," paparnya.

Kendati demikian, pihaknya melihat peluang industri ritel dalam negeri masih bergerak positif meski 7-Eleven sudah mulai menutup seluruh gerai miliknya. Menurutnya, bangkrutnya 7-Eleven di Indonesia tidak menggambarkan lesunya kinerja ritel secara keseluruhan.

"Ritel secara industri masih baik kok, tapi Kadin melihatnya mungkin busines model Sevel kurang pas di sini," jelas Rosan.

Berimbas ke Industri Makanan dan Minuman

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengungkapkan, dengan adanya penutupan seluruh gerai milik 7-Eleven, secara tidak langsung akan mempengaruhi kinerja industri makanan dan minuman dalam negeri.

"7-Eleven pasti ada pengaruh. Karena 7-Eleven punya cabang cukup banyak. Dan outlet itu tutup semua. Nah ini yang kami agak khawatir. Dampaknya terkait dengan pembayaran, terkait dengan penjualan juga berkurang. Ini yang kami harus antisipasi," papar Adhi.

Menurut Adhi, tutupnya seluruh gerai 7-Eleven diakibatkan oleh banyak faktor, mulai dari kesalahan target pemasaran, hingga urusan manajemen perusahaan.

"7-Eleven ini multifaktor. Dia salah strategi di kelas target market, kemudian di manajemen dan juga dari dampak regulasi seperti pelarangan minuman beralkohol," jelasnya.

Dengan itu, pelaku industri berharap agar tutupnya 7-Eleven tidak akan merembet pada ritel-ritel dalam negeri lainnya.

"Kami harapkan jangan sampai merembet ke ritel yanh lain. Memang saya dengar ritel berat juga. tahun ini kelihatannya pertumbuhannya tidak sebaik tahun lalu. Tetap tumbuh tapi tidak sebaik tahun lalu," pungkas Adhi.

Kompas TV Dalam negeri bisnis ritel indonesia mulai merasakan pahitnya dampak larangan menjual minuman alkohol di minimarket. Korban pertama yang harus menutup puluhan tokonya adalah mini market tempat nongkrong anak muda, 7 eleven.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Whats New
Manfaat Rawat Inap Jadi Primadona Konsumen AXA Financial Indonesia

Manfaat Rawat Inap Jadi Primadona Konsumen AXA Financial Indonesia

Whats New
Kemenko Marves: Prabowo-Gibran Bakal Lanjutkan Proyek Kereta Cepat sampai Surabaya

Kemenko Marves: Prabowo-Gibran Bakal Lanjutkan Proyek Kereta Cepat sampai Surabaya

Whats New
Layani Angkutan Lebaran Perdana, Kereta Cepat Whoosh Angkut 222.309 Penumpang

Layani Angkutan Lebaran Perdana, Kereta Cepat Whoosh Angkut 222.309 Penumpang

Whats New
Laba Unilever Naik 3,1 Persen Menjadi Rp 1.4 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Unilever Naik 3,1 Persen Menjadi Rp 1.4 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
IHSG Diprediksi Menguat Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Diprediksi Menguat Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Imbal Hasil Obligasi Meningkat, Wall Street Ditutup Bervariasi

Imbal Hasil Obligasi Meningkat, Wall Street Ditutup Bervariasi

Whats New
Simak 5 Tips Raih 'Cuan' dari Bisnis Tambahan

Simak 5 Tips Raih "Cuan" dari Bisnis Tambahan

Whats New
Unilever Ungkap Dampak Boikot Produk pada Keberlangsungan Bisnis

Unilever Ungkap Dampak Boikot Produk pada Keberlangsungan Bisnis

Whats New
Daftar 7 Mata Uang Eropa dengan Nilai Tukar Terkuat

Daftar 7 Mata Uang Eropa dengan Nilai Tukar Terkuat

Whats New
Tingkatkan Layanan, Shopee Luncurkan Program Garansi Tepat Waktu

Tingkatkan Layanan, Shopee Luncurkan Program Garansi Tepat Waktu

Whats New
Kurs Mata Uang Vietnam ke Rupiah Sekarang

Kurs Mata Uang Vietnam ke Rupiah Sekarang

Whats New
[POPULER MONEY] Kata DHL soal Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta | Tesla Bakal PHK 2.688 Karyawan

[POPULER MONEY] Kata DHL soal Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta | Tesla Bakal PHK 2.688 Karyawan

Whats New
Cara Transfer BNI ke ShopeePay lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke ShopeePay lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Cara Beli Tiket PLN Mobile Proliga 2024 lewat HP

Cara Beli Tiket PLN Mobile Proliga 2024 lewat HP

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com