Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembangunan Jembatan Selat Sunda Dinilai Tak Masuk Akal

Kompas.com - 26/08/2009, 10:19 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com — Rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) dinilai tidak masuk akal dan tidak efisien sebagai infrastruktur transportasi. Bahkan, pembangunan JSS ditengarai hanya menguntungkan satu pengusaha.  

Hal ini terungkap dalam diskusi bertema "Jembatan Selat Sunda: Blunder atau Terobosan Teknologi? Tantangan Negara Kepulauan" di Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Selasa (25/8).

Diskusi ini menghadirkan panelis guru besar Teknik Sipil ITS Prof Herman Wahyudi, pengajar teknik perkapalan di Fakultas Teknologi Kelautan Tri Achmadi, dan pengajar teknik kelautan Fakultas Teknologi Kelautan Daniel Rosyid. Selain itu, hadir pula panelis dari Regional Economic Development Institute Indra Nur Fauzi dan pakar hukum kelautan internasional Universitas Hang Tuah Dhiana P Wardana.

Prof Herman mengatakan, beberapa masalah yang akan dihadapi dalam pembangunan JSS antara lain lokasinya di zona gempa lima sehingga akselerasi maksimal di dasar batuan masih cukup tinggi, yakni 0,25 gravitasi. Semakin tinggi nilai zona gempa suatu wilayah, semakin besar kerawanan wilayah tersebut terhadap gempa.

Adanya gunung berapi yang masih aktif, baik Gunung Krakatau maupun Anak Krakatau, mengancam keberadaan jembatan. Gejala gunung meletus memang bisa dideteksi, tetapi teknologi yang bisa menahan tekanan akibat gunung meletus sulit dihitung.

Pengkajian juga harus dilakukan untuk fondasi jembatan karena panjang JSS berkisar 30 km dan bentang utama sekitar 2,2 km. Selain itu, karena Selat Sunda adalah alur layar kepulauan Indonesia (ALKI), jarak jembatan dari permukaan air setidaknya 50 meter. Dengan kedalaman 40 meter, pilar penyangga jembatan berarti berkisar 90 meter.

Dhiana menambahkan, berdasarkan UNCLOS 1982, sebagai negara kepulauan, Indonesia berhak menentukan alur pelayarannya dan yang dipilih utara ke selatan. Salah satu ALKI, yakni ALKI IA, kata Dhiana, melewati Selat Sunda.

"UNCLOS (hukum kelautan internasional) juga mengharuskan negara kepulauan mengakomodasi kapal perang asing dalam normal mode melintas di alur pelayarannya secara berkelanjutan tanpa terganggu. Artinya, kalau kapal induk selalu diiringi kapal escort di kanan dan kirinya serta pesawat di atas dan kapal selam di bawah. Jadi, JSS juga harus mengakomodasi lintasan kapal induk," tutur Dhiana.

Menurut Tri Achmadi, sepanjang pilihan angkutan moda transportasi tidak menentang alam, biaya tidak mahal. Seperti di Selat Sunda, biaya yang lebih murah ketimbang membangun jembatan adalah membangun armada feri atau kapal penyeberangan.

Pembangunan jembatan menambah masalah baru, seperti perawatan jembatan. Saat ini saja, kata Tri Achmadi, pemerintah tidak pernah membuat mekanisme penambahan tarif untuk perawatan jalan bila truk membawa angkutan terlalu berat.

Daniel juga menunjukkan banyak keuntungan bila pemerintah mengadakan sistem armada feri Selat Sunda ketimbang membangun JSS. Biayanya jauh lebih murah, yakni Rp 10-15 triliun ketimbang biaya pembangunan JSS yang lebih dari Rp 100 triliun. JSS baru selesai 10 tahun bila lancar, sedangkan armada feri bisa diselenggarakan dalam 3-4 tahun. Teknologi pengadaan sistem armada feri juga sudah jelas dan lebih fleksibel.

Sementara itu, Indra juga mempertanyakan nilai tambah yang akan dirasakan masyarakat sekitar JSS. Bila pembangunan JSS tidak dilakukan secara terpadu dengan perbaikan pelabuhan dan jalan trans-Sumatera, JSS belum tentu bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Hambatan dalam pertumbuhan ekonomi yang biasanya tidak bisa diatasi pemerintah daerah adalah ketersediaan listrik.

Melihat pemrakarsa prastudi kelayakan JSS Artha Graha Network yang memiliki basis bisnis properti di Banten dan Lampung, kata Indra, keberadaan JSS jelas akan menguntungkan dan meningkatkan nilai jual properti di sana. Namun, manfaat JSS belum tentu dirasakan masyarakat sampai Sumatera bagian utara.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com