Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Kurang Mengapresiasi Seni Budaya Sendiri

Kompas.com - 28/08/2009, 01:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI Jero Wacik amat menyayangkan kurangnya perhatian masyarakat terhadap seni-budaya bangsa sendiri. Kurang mau mengapresiasi, bahkan terhadap karya master piece yang sudah terdaftar/diinskripsi oleh Unesco sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Indonesia.

"Untuk solidaritas, ketika terjadi kasus seperti tari Pendet, dan sebelumnya tahun 2007 Reog Ponorogo, lagu Indang Sungai Garinggiang, dan Rasa Sayange diklaim Malaysia, kita cepat bereaksi. Namun, ketika menggalakkannya di dalam negeri, kita kurang mengapresiasi," katanya, saat ditemui Kompas di ruang kerjanya, Kamis (27/8) di Jakarta.

Tiga karya seni-budaya master piece yang telah terdaftar/diinskripsi di Unesco sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Indonesia adalah Wayang (2003), Keris (2005), dan yang akan terdaftar Batik , diputuskan akhir September 2009. Lalu, akan masuk Angklung. Dokumennya sudah disiapkan, diperkirakan tahun 2010 sudah terdaftar di Unesco.

Menbudpar Jero Wacik menjelaskan, kita harus mendorong apresiasi karya seni-budaya di dalam negeri. Ini sebuah perjuangan berat. Perlindungan dan pengembangan warisan budaya esensinya adalah upaya penanaman kembali keyakinan di dalam diri anak bangsa Indonesia bahwa kebudayaan asli kita adalah sesuatu yang sangat luhur dan membanggakan.

"Wayang, misalnya, sudah diakui oleh Unesco, tapi di dalam negeri kurang ditonton. Padahal, wayang iti tinggi nilai filosofinya. Presiden sudah mempelopori nonton wayang hingga pukul 04.00 pagi. Nilai-nilai kebangsaan, filsafat hidup, dan sebagainya bisa disampaikan dalam wayang," ujarnya.

Mata budaya lain pun berkali-kali dibuatkan kegiatan berupa festival atau parade di tingkat nasional, supaya masyarakat mengapresiasinya dan agar tidak terancam punah. Ini sebagai upaya mempromosikan guna melindungi warisan budaya bangsa dari klaim pihak asing.

"Saya masih melihat, kita lemah dalam mengapresiasi. Perlu kampanye mengapresiasi dan menonton. Jangan hanya rebut kalau dicolong. Rakyat tidak mau menonton, pengusaha tidak mau jadi pelopor," ungkap Jero Wacik.

Tidak hanya soal apresiasi yang lemah, keinginan untuk mendaftarkan karya-karya seni-budaya yang menjadi kekayaan budaya khasanah bangsa juga kurang. Sejak dua tahun lalu, para gubernur sudah disurati, tapi sampai sekarang hanya tiga gubernur yang merespon, yaitu Gubernur Bali, NTB, dam DI Yogyakarta. Jumlah yang didaftarkan ada sekitar 600-an.

Menurut Jero Wacik, karya yang sudah didaftar harus diapresiasi terus. Diberi panggung, ditampilkan tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga luar negeri melalui berbagai macam cara. Aktivitas tersebut, lanjutnya, harus dilakukan secara intensif dan berkelanjutan hingga terbentuk citra (image) bahwa suatu mata budaya adalah identik dengan Indonesia.  

 

Masih RUU

Ditemui secara terpisah, Direktur Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Tjetjep Suparman mengatakan, sebagai cerminan kepedulian terhadap perlindungan kekayaan intelektual atas pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional, telah ditandatangani Perjanjian Kerjasama antara Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Perlindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual dan Ekspresi Budaya Warisan Tradisional Milik Bangsa.

"Sebuah upaya terobosan yang sedang dilakukan adalah dengan membuat undang-undang tersendiri, yaitu Undang-undang tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. Hingga saat ini, upaya tersebut masih dalam bentuk RUU," jelasnya.(NAL/THY)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com