Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Maju-Mundur Atur BBM

Kompas.com - 16/03/2011, 09:09 WIB

KOMPAS.com - Di tengah kenaikan harga minyak dunia, konsumsi bahan bakar minyak jenis premium dan solar di Tanah Air terus melejit. Sebagai barang subsidi yang dijual bebas di berbagai daerah, dua jenis bahan bakar itu paling banyak dikonsumsi masyarakat.

Sampai Februari lalu, Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi mencatat, angka konsumsi premium naik 7,51 persen di atas kuota yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011. Sementara angka konsumsi minyak solar sudah mencapai 8,68 persen di atas alokasi yang dipatok pemerintah.

Antrean panjang untuk membeli BBM di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum pun terjadi di Sumatera dan Kalimantan, pekan lalu. Kelangkaan BBM di Sumatera terjadi karena produksi di kilang minyak di Dumai terganggu lantaran ada perbaikan dan karena distribusi terganggu oleh gelombang laut yang tinggi. Adapun kelangkaan BBM di Pontianak karena ada kapal karam sehingga mengganggu pelayaran tanker BBM.

Kondisi ini diperkeruh ulah spekulan yang menimbun BBM untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Kepala BPH Migas Tubagus Haryono menengarai ada pembelian berlebihan atau penimbunan BBM bersubsidi. Hal ini dilakukan karena sebagian masyarakat khawatir akan adanya pengaturan BBM sehingga tidak bisa lagi membeli BBM bersubsidi atau bisa membeli dengan harga lebih mahal.

Jika kondisi ini terus berlanjut, bisa dibayangkan berapa pembengkakan besaran subsidi energi itu di tengah kenaikan harga minyak Indonesia. Setiap kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) 1 dollar AS per barrel, defisit anggaran negara akan bertambah Rp 700 miliar. Pada Februari lalu, ICP menyentuh angka 103,31 dollar AS per barrel, di atas asumsi ICP dalam APBN 2011 yang sebesar 80 dollar AS per barrel.

Sejauh ini pemerintah masih maju-mundur dan kemungkinan tidak akan memutuskan kebijakan apa pun terkait konsumsi BBM bersubsidi hingga April nanti. Tertundanya keputusan itu karena pemerintah akan menyelesaikan penghitungan akibat perubahan berbagai asumsi ekonomi makro dalam APBN 2011. Dengan kenaikan harga minyak dunia, pengaturan itu akan meningkatkan laju inflasi dan menimbulkan gejolak sosial.

Tim pengkaji pengaturan BBM, konsorsium tiga perguruan tinggi, yaitu Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, dalam paparan tertulisnya telah menyampaikan tiga opsi pada pemerintah. Opsi pertama, harga premium naik jadi Rp 5.000 per liter, angkutan pelat kuning mendapat subsidi lebih banyak.

Opsi kedua, pengalihan konsumsi premium ke pertamax pada mobil pribadi dan harga pertamax dipatok pada harga Rp 8.000 (subsidi). Opsi ketiga, harga premium naik jadi Rp 5.500 per liter, penjatahan volume premium dengan harga Rp 4.500 per liter kepada kendaraan umum pelat kuning dan sepeda motor.

Meski opsi kedua dan ketiga dinilai merupakan cara terbaik, opsi kedua butuh tambahan biaya bagi pengguna mobil pribadi dan terjadi salah sasaran subsidi jika pertamax harus disubsidi. Adapun opsi ketiga memerlukan alat kendali, padahal saat ini belum siap, minimnya sarana penunjang di daerah, biaya investasi, keterbatasan jaringan, lama waktu persiapan, dan keandalannya belum teruji.

Karena itu, tim pengkaji itu menilai, opsi yang realistis dalam waktu dekat adalah kenaikan harga premium Rp 500 per liter, tetapi kendaraan angkutan umum pelat kuning tetap disubsidi melalui pengembalian tunai Rp 500 per liter. Jika opsi ini diterapkan, anggaran yang dapat dihemat Rp 7,3 triliun pada 2011, dampak inflasi dalam batas wajar dengan pemilihan waktu tepat dan sistem pengembalian tunai yang berjalan.

Pemerintah enggan menaikkan harga BBM karena dinilai tidak tepat sasaran dan tak populis. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral cenderung memilih opsi dua dan tiga dengan formula yang tengah dibahas. (EVY RACHMAWATI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com