Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Perlu Jadi Teladan Pakai BBG

Kompas.com - 29/01/2013, 07:55 WIB

BATAM, KOMPAS.com - Konversi massal dari bahan bakar minyak ke bahan bakar gas masih sulit dilakukan di Indonesia. Tidak banyak faktor pendukung untuk mempercepat konversi.

Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, A Tony Prasetiantono mengatakan, salah satu penghambat konversi adalah minimnya contoh pembuat kebijakan. Padahal, masyarakat membutuhkan teladan dari atas.

”Kalau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memakai bahan bakar gas (BBG) untuk kendaraan dinasnya, mungkin rakyat mau (memakai gas). Presiden sampai sekarang masih pakai BBM (bahan bakar minyak),” ujarnya dalam diskusi bertema ”Arah dan Kebijakan Pengembangan Industri Gas Indonesia”, Senin (28/1/2013), di Batam, Kepulauan Riau (Kepri).

Selain itu, nyaris tidak ada insentif untuk mendorong penggunaan gas. Harga BBM relatif murah karena subsidi yang nilainya terus bertambah setiap tahun. ”Postur APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) Indonesia menakutkan bagi investor karena subsidinya besar sekali,” ujar Tony.

Hanggono T Nugroho, anggota staf perencana Direktorat Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, menyatakan, infrastruktur distribusi gas Indonesia masih terbatas. Jumlah stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) kalah jauh dibandingkan dengan stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU).

Dengan kondisi itu, sulit mengharapkan masyarakat segera beralih ke gas. Masyarakat merasa lebih nyaman menggunakan BBM yang murah dan mudah didapat.

Pengurus Himpunan Swasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Kepri, Asep M Djaki, mengatakan, sampai sekarang tidak ada kejelasan gas jenis apa untuk kendaraan. Saat ini, lazimnya dikenal CNG dan LGV untuk BBG kendaraan. Selain itu, beberapa pihak menggunakan elpiji sebagai BBG. ”Kami mau investasi SPBG. Tetapi, kami butuh kepastian gas apa yang ditetapkan untuk kendaraan dan jaminan pasokannya,” ujar Asep.

Setiap jenis gas membutuhkan infrastruktur berbeda. Pengusaha tidak akan mulai berinvestasi pada SPBG jika tidak ada kepastian jenis gas yang akan dipakai secara massal.

”Kalau sulit memproduksi macam-macam gas, sekalian saja semua memakai elpiji yang jelas sudah tersedia. Tinggal mengadakan alat konversi bagi mesin,” katanya. (RAZ)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com