Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Warga Miskin Tak Terima BLSM, Ini Tanggapan Pemerintah

Kompas.com - 25/07/2013, 11:42 WIB
Didik Purwanto

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akhirnya angkat bicara soal daftar penerima kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi yang meleset atau tidak tepat sasaran.

Deputi Seswapres Bidang Kesra dan Penanggulangan Kemiskinan atau Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Bambang Widianto mengatakan sumber data penerima kartu perlindungan sosial (KPS) berasal dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2011. Namun pemerintah mengklaim telah menyempurnakan data tersebut untuk meningkatkan akurasi data.

"Memang data tersebut buatan orang, pasti ada kesalahan. Ada masyarakat miskin yang tidak dapat dan sebaliknya ada masyarakat yang layak justru malah mendapatkan paket kompensasi itu," kata Bambang saat konferensi pers di Kantor Sekretariat Wakil Presiden di Jakarta, Kamis (25/7/2013).

Bambang menambahkan, jumlah penerima kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi di tahun ini mencapai 15,5 juta rumah tangga atau 65,6 juta jiwa. Angka tersebut merupakan lebih dari dua kali lipat dari data masyarakat miskin pada tahun yang sama atau yang hanya mencapai 11,66 persen masyarakat miskin atau hanya mencakup 5,7 juta rumah tangga atau 28,6 juta jiwa.

Untuk memperoleh data penerima kompensasi tersebut, apalagi untuk membedakan siapa yang berhak dan tidak dalam menerima kompensasi, kata Bambang, tidak dapat dilihat secara kasat mata, khususnya dari sisi bentuk rumah atau hanya penghasilan semata. Namun ada beberapa aspek atau variabel yang menjadi penentu penerima paket kompensasi itu.

Di sisi lain, metodologi pemeringkatkan calon penerima paket kompensasi ini menggunakan kombinasi berbagai variabel penentu dengan mempertimbangkan kondisi wilayah masing-masing serta membuat penentuan calon penerima paket kompensasi yang tidak mudah dijelaskan.

"Jadi ada dinamika sosial yang terjadi dari tahun 2011 ke tahun 2013, yang memungkinkan terjadinya perubahan status sosial ekonomi masyarakat. Konsekuensinya, ada yang terlihat lebih miskin justru tidak menerima paket kompensasi dibanding dengan yang terlihat mampu," tambahnya.

Sehingga, pemerintah mengklaim tidak bisa membedakan hanya dengan melihat satu aspek, seperti kepemilikan aset semata. Misalnya ada sebuah keluarga dengan rumah berbentuk kayu, suami bekerja sebagai tukang ojek dan istrinya sebagai guru, beranak satu. Di sisi yang lain, ada keluarga yang memiliki rumah tembok dengan suami bekerja sebagai guru dan istrinya hanya sebagai ibu rumah tangga. Namun keluarga ini memiliki lima anak.

"Berkaca pada kasus tersebut, pemerintah akan memberi kompensasi ke keluarga yang kedua. Sebab ada kondisi anggota keluarga lain tidak bekerja dan memiliki jumlah tanggungan lebih banyak," jelasnya.

Solusinya, bila ada masyarakat miskin yang belum mendapat paket kompensasi tersebut, maka bisa melaporkan ke desa atau kelurahan setempat. Musyawarah desa atau musyawarah kelurahan diharapkan memberi persetujuan final nama atau alamat rumah tangga yang berhak mendapatkan paket kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com