Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

India dan Indonesia, Mana yang Lebih Buruk?

Kompas.com - 06/09/2013, 15:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Dua negara besar di emerging market, Indonesia dan India, kini mengalami permasalahan ekonomi yang sama. Namun, sejumlah analis menilai, Indonesia mengalami posisi yang lebih buruk ketimbang India.

Menurut analis, kedua negara sama-sama memiliki defisit neraca perdagangan yang membengkak. Namun, situasi eksternal Indonesia lebih buruk karena neraca perdagangannya berubah dengan cepat dari surplus menjadi defisit yang menembus rekor baru pada Juli.

Asal tahu saja, defisit neraca perdagangan Indonesia pada kuartal kedua membengkak menjadi 4,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau 9,8 miliar dollar AS. Sebagai perbandingan, pada kuartal sebelumnya, defisit neraca perdagangan Indonesia adalah 2,6 persen dari PDB. Padahal, pada 2011 neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus senilai 1,7 miliar dollar AS.

Sebaliknya, saat ini defisit neraca perdagangan India diprediksi semakin sempit dalam beberapa bulan ke depan. Kondisi itu dipicu oleh adanya penurunan impor non-minyak dan kenaikan ekspor. Di sisi lain, arus remitansi dari luar negeri juga turut membantu perekonomian Negeri Taj Mahal ini.

Barclays memprediksi, defisit neraca perdagangan India akan mengerucut menjadi 3,7 persen dari PDB atau 68,2 miliar dollar AS pada tahun ini, dari 4,8 persen pada tahun lalu.

"Di Indonesia, pada basis 12 bulanan, defisit neraca perdagangan diprediksi akan meningkat. Berbeda dengan India, meskipun defisit, namun nilainya diprediksi akan menurun," jelas Krishna Hedge, Head of Asia Credit Research Barclays.

Hedge menyoroti tingginya kepemilikan asing pada obligasi domestik Indonesia yang menyebabkan neraca perdagangan semakin rentan jika terjadi penarikan dana oleh asing.

"Kedua neraca perdagangan didanai oleh arus dana asing. Sementara dana asing yang keluar dari pasar saham juga berisiko terhadap ekonomi dua negara. Pada kasus Indonesia, investasi asing pada kepemilikan obligasi sangat penting," tambahnya.

Sekitar 30 persen dari surat utang Pemerintah Indonesia dimiliki oleh asing. Bandingkan dengan India yang hanya 3 persen, terendah di Asia.

Selain itu, tidak seperti India yang tingkat ekspornya diuntungkan oleh pelemahan rupee, Hedge bilang, ekspor Indonesia yang memiliki porsi signifikan adalah komoditas berdenominasi dollar. Tentunya, hal ini tidak akan menguntungkan jika rupiah melemah.

Jika bicara mengenai mata uang, sentimen pemangkasan nilai stimulus oleh The Federal Reserve memukul mata uang kedua negara. Rupee India keok hingga 17 persen pada kuartal kedua lalu. Sementara pada periode yang sama, rupiah melemah 13 persen.

"Di India, depresiasi rupee dapat mengerek volume impor seperti yang terlihat di sektor tekstil dan otomotif. Kami memprediksi, dampak dari depresiasi rupee dalam beberapa bulan ke depan adalah kian berkurangnya defisit neraca perdagangan," catat Hedge.

Dari perspektif pertumbuhan, Robert Priou, Wandesforde, Director for Asia Economics Credit Suisse, meramal perekonomian India akan mulai pulih pada tahun ini. Sedangkan pelambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin memburuk.

"Pelambatan pertumbuhan India sudah melambat selama tiga tahun. Hal itu menyebabkan saya lebih optimistis bahwa India dapat pulih lebih cepat," jelas Prior. (Barratut Taqiyyah)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Kirim Paket Barang lewat Ekspedisi dengan Aman untuk Pemula

Cara Kirim Paket Barang lewat Ekspedisi dengan Aman untuk Pemula

Whats New
Cara Top Up DANA Pakai Virtual Account BRI

Cara Top Up DANA Pakai Virtual Account BRI

Spend Smart
Cek Daftar Pinjol Resmi yang Berizin OJK Mei 2024

Cek Daftar Pinjol Resmi yang Berizin OJK Mei 2024

Whats New
Penyaluran Avtur Khusus Penerbangan Haji 2024 Diproyeksi Mencapai 100.000 KL

Penyaluran Avtur Khusus Penerbangan Haji 2024 Diproyeksi Mencapai 100.000 KL

Whats New
Pemilik Kapal Apresiasi Upaya Kemenhub Evakuasi MV Layar Anggun 8 yang Terbakar

Pemilik Kapal Apresiasi Upaya Kemenhub Evakuasi MV Layar Anggun 8 yang Terbakar

Whats New
Langkah AJB Bumiputera 1912 Setelah Revisi Rencana Penyehatan Keuangan

Langkah AJB Bumiputera 1912 Setelah Revisi Rencana Penyehatan Keuangan

Whats New
KKP dan Polri Gagalkan Penyelundupan 125.684 Benih Bening Lobster di Jambi

KKP dan Polri Gagalkan Penyelundupan 125.684 Benih Bening Lobster di Jambi

Whats New
Sulbar akan Jadi Penyuplai Produk Pangan untuk IKN, Kementan Beri Benih Gratis

Sulbar akan Jadi Penyuplai Produk Pangan untuk IKN, Kementan Beri Benih Gratis

Whats New
Emiten Tambang Samindo Resources Catatkan Kenaikan Pendapatan 33,5 Persen Per Kuartal I-2024

Emiten Tambang Samindo Resources Catatkan Kenaikan Pendapatan 33,5 Persen Per Kuartal I-2024

Whats New
OJK Sebut Klaim Asuransi Kesehatan Lebih Tinggi dari Premi yang Diterima Perusahaan

OJK Sebut Klaim Asuransi Kesehatan Lebih Tinggi dari Premi yang Diterima Perusahaan

Whats New
SKK Migas dan Mubadala Energy Temukan 2 TFC Potensi Gas di Blok South Andaman

SKK Migas dan Mubadala Energy Temukan 2 TFC Potensi Gas di Blok South Andaman

Whats New
Perkuat Bisnis di RI, Perusahaan Pemurni Air Korea Dapat Sertifikat Halal BPJPH

Perkuat Bisnis di RI, Perusahaan Pemurni Air Korea Dapat Sertifikat Halal BPJPH

Whats New
Upaya Kemenparekraf Jaring Wisatawan Asing di Korea Selatan

Upaya Kemenparekraf Jaring Wisatawan Asing di Korea Selatan

Whats New
Libur 'Long Weekend', 2 Lintasan Utama ASDP Layani 26.122 Orang dan 125.950 Unit Kendaraan

Libur "Long Weekend", 2 Lintasan Utama ASDP Layani 26.122 Orang dan 125.950 Unit Kendaraan

Whats New
Soroti Kecelakan Bus Pariwisata di Subang, Menparekraf: Kita Butuh Manajemen Krisis yang Efektif

Soroti Kecelakan Bus Pariwisata di Subang, Menparekraf: Kita Butuh Manajemen Krisis yang Efektif

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com