Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/09/2014, 19:49 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Selain membahas rencana kenaikan harga elpiji ukuran tabung 12 kilogram, Senin (8/9/2014), rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Perekonomian membahas pula soal pemberlakuan kembali pembatasan pasokan bahan bakar minyak bersubsidi.

Namun, penerapan kembali pembatasan pasokan BBM bersubsidi itu harus mengantisipasi kondisi masyarakat, jangan sampai terulang panic buying seperti pada penerapan yang gagal pada Agustus 2014.

Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan pembatasan pasokan BBM bersubsidi tak boleh mengganggu kestabilan sosial dan politik dalam negeri.

"Artinya Pertamina tetap harus menyalurkan BBM-nya secara terukur dan terkendali. Tidak boleh ada penyaluran BBM yang digunakan untuk tujuan spekulasi,"  ujar Chairul, Senin.

Seperti diberitakan sebelumnya, pembatasan pasokan BBM bersubsidi dilakukan agar kuota 46 juta liter bahan bakar tersebut mencukupi hingga akhir 2014.

Rapat koordinasi yang dimulai pada Senin petang melibatkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Pertamina, dan Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas.

Upaya pembatasan pasokan BBM bersubsidi yang diatur lewat Surat Edaran BPH Migas Nomor 937/07/Ka BPH/2014 tertanggal 24 Juli 2014 tak bisa berjalan sesuai rencana.

Semula, surat edaran itu mengatur pembatasan BBM bersubsidi mulai berlaku pada 1 Agustus 2014. Rinciannya, seluruh SPBU di Jakarta Pusat tidak lagi menjual solar bersubsidi. Kemudian pada 4 Agustus 2014, waktu penjualan solar bersubsidi di seluruh SPBU di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali, dibatasi dimulai pukul 08.00 sampai pukul 18.00 untuk cluster tertentu.

Tidak hanya solar di sektor transportasi, mulai 4 Agustus 2014, alokasi solar bersubsidi untuk Lembaga Penyalur Nelayan juga akan dipotong sebesar 20 persen dan penyalurannya mengutamakan kapal nelayan di bawah ukuran 30 gross ton. 

Lalu mulai 6 Agustus 2014, seluruh SPBU yang berlokasi di jalan tol tidak lagi menjual premium bersubsidi, tetapi hanya menjual pertamax series.

Panic buying

Vice Presiden Fuel Retail Marketing Pertamina Muhamad Iskandar menjelaskan, alasan dihentikannya pembatasan kuota BBM bersubsidi dan pengkajian ulang berbagai langkah pembatasan adalah karena saat diterapkan justru terjadi panic buying.

Saat ini, kata Iskandar, Pertamina mengevaluasi kembali langkah-langkah pembatasan tersebut. Menurut dia, dengan adanya pengkajian kembali ini bukan berarti surat edaran BPH Migas tersebut tidak berlaku.

Iskandar mengatakan surat tersebut tidak dicabut, tetapi hanya diminta untuk dievaluasi hasilnya dari sisi penurunan kuota. Dia mengatakan pembatasan yang sempat diterapkan selama beberapa waktu itu tak berdampak terlalu besar terhadap konsumsi BBM bersubsidi.

"Tidak sampai 1 juta (kiloliter penurunannya). Kecil, masih belum," terang Iskandar. Mengenai langkah selanjutnya yang akan diambil Pertamina, dia menyatakan masih harus menunggu hasil rapat evaluasi internal terkait pembatasan kuota itu.

Berdasarkan perhitungan Pertamina, bila tak ada pembatasan pasokan maka subsidi untuk kuota 46 juta kiloliter BBM bersubsidi dalam APBN-P 2014 bakal jebol sebelum akhir tahun.

Dengan tingkat konsumsi tanpa pembatasan BBM bersubsidi, diperkirakan ada kekurangan pasokan antara 1,3 juta kiloliter hingga 1,5 juta kiloliter BBM bersubsidi hingga akhir 2014.

(Margareta Engge Kharismawati/Uji Agung Santosa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Kontan
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Whats New
Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Whats New
Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Whats New
Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Whats New
Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Whats New
Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Whats New
KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

Whats New
Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Whats New
Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Whats New
Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Work Smart
Heboh soal Kualifikasi Lowker KAI Dianggap Sulit, Berapa Potensi Gajinya?

Heboh soal Kualifikasi Lowker KAI Dianggap Sulit, Berapa Potensi Gajinya?

Whats New
Tantangan Menuju Kesetaraan Gender di Perusahaan pada Era Kartini Masa Kini

Tantangan Menuju Kesetaraan Gender di Perusahaan pada Era Kartini Masa Kini

Work Smart
Bantuan Pesantren dan Pendidikan Islam Kemenag Sudah Dibuka, Ini Daftarnya

Bantuan Pesantren dan Pendidikan Islam Kemenag Sudah Dibuka, Ini Daftarnya

Whats New
Tanggung Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh, KAI Minta Bantuan Pemerintah

Tanggung Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh, KAI Minta Bantuan Pemerintah

Whats New
Tiket Kereta Go Show adalah Apa? Ini Pengertian dan Cara Belinya

Tiket Kereta Go Show adalah Apa? Ini Pengertian dan Cara Belinya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com