Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Mafia Migas Ada dari Hulu Sampai Hilir"

Kompas.com - 15/09/2014, 13:23 WIB
Tabita Diela

Penulis

 


JAKARTA, KOMPAS.com -
Peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ), Salamudin Daeng, menyebutkan, keberadaan mafia minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia tidak hanya bercokol di industri hulu, namun juga hilir. Besarnya keuntungan yang bisa diraup membuat oknum-oknum mafia terus bermunculan.

"Secara spesifik, saya mau bicara bagaimana mafia mengambil keuntungan di dalam negeri. Mereka ada di hulu sampai hilir. Pertama, pemberian kontrak migas pada swasta," ujar Salamudin di Jakarta, Minggu (14/9/2014).

Di hulu, misalnya, sejak ada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, produksi minyak menurun. BP Migas ditutup, kekuasaan Pertamina tidak ada lagi. Sumur minyak dieksploitasi, investasi bertambah, tapi produksi menurun. "Kebocoran" semacam ini, sebut dia, perlu diusut. Apalagi, menurut Salamudin, nilai uang yang diperebutkan di sektor ini mencapai Rp 400 triliun per tahun.

Lantas, masih ada pula produksi, ekspor, dan impor gas bumi. "Kalau kita hitung sebagai satu kesatuan, di situlah mafia mencari keuntungan. Rp 2.700 sampai Rp 3.000 triliun mengalir," imbuhnya.

Menurut Salamudin, benang kusut mafia migas tersebut terjadi lantaran adanya liberalisasi sektor migas.

Dalam paparannya di Jakarta, Minggu (14/9/2014), Salamudin mengungkapkan bahwa liberalisasi membuka seluruh rantai supply bagi pengelolaan migas pada pihak swasta. Dalam hal ini, negara tidak lagi memegang satu peran. Salamudin juga menuding adanya oknum yang berlindung di balik kekuasaan politik untuk menjalankan bisnisnya.

"Negara hanya regulator yang arah dan tujuannya liberalisasi dalam sektor migas. Sehingga kontrol negara jadi berkurang, jadi tidak ada, dan dikendalikan swasta," ujarnya.

Salamudin mengungkapkan, hal ini sebenarnya bisa diatasi. Namun, langkah yang harus diambil bukan lagi langkah orang per orang, namun menggunakan "pendekatan sistemik."

"Menurut saya, hanya satu jalan keluar. Harus ada pendekatan yang sistemik. Kalau hanya bicara satgas kita hanya menggeser mafia lama ke mafia baru. Kalau pakai sistem maka negara yang akan mengaturnya. Jangan menambah birokrasi dalam migas karena pelakunya sudah terlalu banyak. Tidak dapat dikendalikan," katanya.

baca juga: Pengamat: Mafia Migas Telah Tersemai sejak Masa Soeharto

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com