Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
ADVERTORIAL

Mencermati Dana Bagi Hasil Hulu Migas Bagian II

Kompas.com - 20/11/2014, 14:18 WIB
advertorial

Penulis

Salah satu pertanyaan yang kerap muncul saat mendiskusikan tentang dana bagi hasil hulu migas adalah mengapa dana ini tidak langsung bisa diterima daerah penghasil? Bagaimana penjelasannya?

(Baca: Mencermati Dana Bagi Hasil Hulu Migas Bagian I)

---

Penerimaan dari dana bagi hasil minyak dan gas bumi (migas) selalu dinanti masyarakat di daerah penghasil. Sebab, dana segar ini sangat berarti untuk mendanai pembangunan daerah. Namun, ada beberapa kekeliruan pemahaman masyarakat berkaitan dengan dana bagi hasil migas ini.

Pertama, beberapa daerah menuntut dana bagi hasil pada saat perusahaan migas yang menjadi  Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) masih melakukan eksplorasi. Ini keliru, karena pada fase eksplorasi, Kontraktor KKS masih sedang melakukan pencarian minyak. Mereka belum mendapatkan hasil, tapi justru masih mengeluarkan banyak dana untuk berbagai kegiatan, termasuk survei seismik dan pengeboran eksplorasi. Tak ada jaminan setiap kegiatan eksplorasi bisa menemukan cadangan migas yang layak dikembangkan.

Kedua, beberapa daerah mengeluh karena belum menerima bagi hasil, padahal Kontraktor KKS  sudah mulai berproduksi. Memang penjualan migas sudah dimulai sejak awal produksi. Namun, pada tahap awal ini, penerimaan migas umumnya masih lebih kecil dari faktor pengurang. Salah satunya, pengembalian biaya operasional mulai fase eksplorasi hingga produksi awal. Belum lagi pajak-pajak seperti pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi dan bangunan (PBB) migas, dan pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD). Karena penerimaan dari penjualan migas di awal-awal produksi umumnya tidak terlalu besar, maka dana bagi hasil migas menjadi nol, sehingga Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah belum menerima bagian dari dana bagi hasil migas pada  beberapa tahun awal.

Pertanyaan masyarakat berikutnya; mengapa penerimaan yang mereka terima dari bagi hasil migas berkurang? Ada beberapa hal yang menyebabkan penerimaan menurun. Antara lain, penurunan harga minyak bumi, penurunan lifting (produksi migas yang terjual) karena kendala operasi atau memang lapangannya sudah tua, kenaikan faktor pengurang (misalnya PBB migas dan PPN yang meningkat), dan kelebihan penyaluran Dana Bagi Hasil pada triwulan sebelumnya sehingga penyaluran pada triwulan berikutnya dikurangi.

Semua penyebab penurunan dana bagi hasil itu saling terkait. Misalnya, kenaikan harga minyak bumi kadang tidak selalu diikuti dengan kenaikan Dana Bagi Hasil yang diterima Pemerintah Daerah. Kenaikan harga minyak memang akan meningkatkan penerimaan kotor (gross revenue) pemerintah dari penjualan migas. Namun, penerimaan negara bersih (net revenue), yaitu penerimaan yang benar-benar menjadi hak negara adalah penerimaan kotor setelah dikurangi kewajiban-kewajiban kontraktual. Setelah dikurangi faktor-faktor pengurang inilah, baru penerimaan negara migas  menjadi dana yang siap dibagikan dan disebut dengan Dana Bagi Hasil. Adanya faktor pengurang ini, kenaikan harga minyak bumi tidak selalu pararel atau proporsional terhadap kenaikan Dana Bagi Hasil yang diterima Pemerintah Daerah.

Perlu juga diingat bahwa aliran Dana Bagi Hasil akan mengikuti sifat alami dari industri hulu migas, termasuk situasi makro industri ini secara internasional, dan juga karakteristik Kontrak Bagi Hasil yang diadopsi pemerintah Indonesia. Satu hal yang pasti yang bisa dilakukan oleh pemangku kepentingan di daerah untuk mempercepat penerimaan Dana Bagi Hasil adalah dengan mendukung kegiatan industri hulu migas sejak eksplorasi sampai produksi. Dukungan itu dapat berupa kelancaran perizinan dan juga dukungan atas kelancaran kegiatan operasi saat sudah berjalan. Semakin lancar kegiatan operasi akan semakin mempercepat penerimaan negara dari bisnis ini diterima, sehingga Dana Bagi Hasil akan segera bisa direalisasikan.

Hal lain yang perlu diingat adalah migas merupakan sumber daya alam yang tidak terbarukan. Artinya, Dana Bagi Hasil migas yang diterima daerah saat ini suatu saat juga akan menurun bahkan habis saat cadangan migasnya habis. Adalah tanggung jawab semua pihak untuk memastikan bahwa Dana Bagi Hasil yang diterima saat ini juga dialokasikan untuk membangun ketahanan ekonomi daerah dari sektor non migas sehingga kemakmuran daerah tetap bisa dipertahankan meski cadangan migas habis. Hanya dengan cara inilah Dana Bagi Hasil migas akan benar-benar menjadi berkah bagi masyarakat daerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com