Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Caplok Newmont, Ada Pengusaha Lain di Belakang Arifin Panigoro

Kompas.com - 01/12/2015, 16:46 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -  Rencana taipan Arifin Panigoro mengakuisisi 76 persen saham  PT Newmont Nusa Tenggara  nampaknya bakal berbuntut panjang. Adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang membuka fakta baru atas rencana akuisisi itu.

Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Said Didu menegaskan, sejatinya Arifin bukan tokoh utama atas rencana pembelian saham Newmont.

"Ada pengusaha lain di belakang Arifin," ujar Said kepada Kontan, Senin (30/1/2015).

Pengusaha swasta nasional ini menggandeng Arifin lantaran usaha dia  tidak bergerak di bidang pertambangan.  Status usaha ini, kata Said, juga  bukan perusahaan yang tercatat di bursa saham atau terbuka (Tbk).

Lebih lanjut, Said bilang, pengusaha ini bahkan sudah mengutarakan keinginan pembelian saham Newmont setelah melakukan pertemuan empat bulan lalu dengan Menteri Sudirman Said.

"Ada nama besar dibalik Arifin Panigoro itu, Arifin hanya kecil," ujar dia.

Kata Said,  jika benar pembelian saham 76 persen seharga 2,2 miliar dollar AS, Arifin tidak lebih dari 10 persen saham.

Menurut Said, pembelian saham Newmont mestinya bersifat rahasia lantaran menyangkut harga.

"Saya pikir Menteri yang mengumumkan  (Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli) harus ikut bertanggung jawab, agar jadi pembelajaran dan gejolak harga saham tidak terulang lagi," terangnya.

Lantaran pemberitaan yang besar atas  penjualan saham Newmont, pembelian bisa batal karena harga yang diminta Newmont menjadi tidak wajar. "Jadi kami juga tidak tahu dari mana itu angka pembelian saham 76 persen," tandasnya.

Ketua Indonesia Mining Institute, Irwandy Arif menilai produksi konsentrat Newmont memang masih cukup menarik bagi calon investor khususnya dari dalam negeri.

Meskipun cadangan di Batu Hijau mulai berkurang, namun ada potensi cadangan untuk tambang bawah tanah.

"Ada daerah Dodo Rinti dan Blok Elang yang sudah dieksplorasi namun belum di eksplorasi rinci. Konon kabarnya bisa lebih besar dari Batu Hijau khusunya emas," terangnya kepada Kontan, (30/11/2015).

Divestasi 7 persen berlanjut

Tak sekadar itu saja. Selain ada  gejolak harga saham, pembelian saham Newmont juga terancam batal lantaran  ada kewajiban divestasi  saham Newmont sebesar 7 persen.

Kepala Biro Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Heriyanto menyebutkan, peminat saham Newmont bisa melanggar Undang-Undang apabila langsung mengambil divestasi 7 persen jatah pemerintah.

"Tidak bisa yang 7 persen diambil, karena itu kan sifatnya penawaran, lagi pula pemerintah belum menetapkan siapa yang akan beli. Menurut aturannya kan ke pemerintah, kemudian BUMN, BUMD dan baru swasta," ucapnya.

Selain itu jika pemegang saham beralih, PT Freeport Indonesia  juga akan menghentikan kerjasama pembangunan smelter dengan Newmont. Apalagi calon pembeli mengklaim akan membangun smelter sendiri dengan kapasitas 500.000 ton per tahun.

"Kemungkinan besar Freeport membatalkan kerjasama," ujarnya.

Saat kerjasama dengan PT Freeport terhenti, Kementerian ESDM akan kembali mengevaluasi izin ekspor Newmont. Kali terakhir pemerintah memangkas kuota ekspor kepada PT Newmont dari sebanyak 477.000 ton menjadi hanya 430.000 ton lantaran dianggap tak serius membangun smelter.  (Pratama Guitarra)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber KONTAN
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com