Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengenaan Pungutan BBM agar Masyarakat Tidak Boros

Kompas.com - 29/12/2015, 14:27 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyampaikan, tepat apabila Dana Ketahanan Energi dipungut dari konsumen.

Sebagaimana diketahui pemerintah berencana memungut Dana Ketahanan Energi sebesar Rp 200 per liter Premium dan Rp 300 per liter solar, mulai 5 Januari 2016.

Menurut Tulus, cukup adil jika disinsentif dari konsumsi bahan bakar fosil ditanggung oleh konsumen. Hal demikian ini juga sudah lama diterapkan di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.

“Jadi, bahan bakar (fosil) pada titik tertentu akan habis dan mahal. Maka, yang memakai (konsumen) diberikan disinsentif misalnya berupa cukai. Ini sebagai barrier, sehingga konsumen semakin sadar bahwa ini punya dampak ke lingkungan dan makin mahal ke depan,” kata Tulus kepada wartawan usai diskusi, Jakarta, Selasa (29/12/2015).

Lebih lanjut Tulus menjelaskan, di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, pemerintah mengenakan disinsentif pemakaian energi fosil karena beberapa hal.

Pertama, cadangan energi fosil makin tipis. Kedua, sebagian bahan bakar fosil didatangkan dari impor. Alasan lain, dampak terhadap lingkungan dari pemakaian energi fosil juga sangat serius.

“Kalau di luar negeri itu ada gasoline tax. Sehingga orang akan berfikir dua kali untuk boros. Sehingga mereka hemat. Jadi, siapa banyak menggunakan (energi fosil), dia lah yang banyak membayar,” ucap Tulus.

Mengenai rencana pemerintah untuk memungut Dana Ketahanan Energi dari konsumen, menurut Tulus konsep tersebut sudah benar. Hanya saja, lanjut dia, yang perlu disiapkan pemerinta adalah payung hukum dan lembaga pengelola dana tersebut, agar tidak disalahgunakan.

“Jadi benar, yang harusnya diberikan insentif itu adalah energi baru dan terbarukan. Tidak masalah dibebankan ke konsumen, tapi harus jelas dulu konsepnya,” kata Tulus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com