Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Utak-atik, Lahir Televisi Mas Kusrin

Kompas.com - 25/01/2016, 22:46 WIB
KOMPAS.com - Ratusan tabung monitor komputer bekas tertumpuk rapi di bengkel kerja Muhammad Kusrin (36) di Desa Jatikuwung, Kecamatan Gondangrejo, Karanganyar, Jawa Tengah. Debu tipis menutupi ratusan tabung bekas itu.

Di dekat tempat mencuci tabung monitor, kardus-kardus berisi televisi berwarna ditata bertingkat. Kardus itu bertuliskan Maxreen, Zener, dan Veloz, dengan gambar televisi tabung. Di ruang terbuka bengkel kerja Kusrin itu tujuh karyawannya sedang merakit ”jeroan” televisi.

Ada yang mengenakan celana pendek kolor, celana jeans pendek, bersandal jepit, dan ada pula yang bertelanjang dada. Di dalam bangunan seluas 415 meter persegi yang juga merangkap tempat tinggal itu, Kusrin bekerja dibantu ”para karyawannya”.

Mereka merakit televisi dari tabung monitor komputer bekas berukuran 14 inci dan 17 inci. Tabung monitor bekas dibeli Rp 50.000 per unit. ”Kondisi monitornya masih bagus dan lolos uji kualitas produk,” kata Kusrin.

Meski televisi rakitan menggunakan tabung monitor komputer bekas, bagian lain seperti casing, pelantang suara, kabel, dan rangkaian elektronik, hingga kardus pembungkus, dalam kondisi baru.

Televisi karya Kusrin dijual Rp 365.000-Rp 385.000 per unit. Ia menjamin televisi rakitannya tidak mudah rusak. ”Saya memberikan garansi produk satu tahun. Kalau rusak akan diperbaiki,” katanya.

Kusrin mulai bangkit lagi setelah tersandung hukum. Bulan Mei 2015, aparat Kepolisian Daerah Jawa Tengah menggerebek tempat usahanya.

Di Pengadilan Negeri Karanganyar, ia dinyatakan melanggar Pasal 120 (1) jo Pasal 53 (1) huruf b UU RI No 3/2014 tentang Perindustrian dan Permendagri No 17/M-IND/PER/ 2012, Perubahan Permendagri No 84/M- IND/PER/8/2010 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap Tiga Industri Elektronika Secara Wajib.

Ia divonis enam bulan penjara, dengan masa percobaan satu tahun dan denda Rp 2,5 juta. Kejaksaan Negeri Karanganyar memusnahkan barang bukti 116 televisi karyanya, Senin (11/1).

Bakat dan kemampuan Kusrin merakit barang elektronik mulai tumbuh saat masih duduk di bangku sekolah dasar. Saat itu, ia mulai suka mengutak-atik radio milik bapaknya. Radio dibongkar lalu dirakit kembali. Pernah ia tidak bisa merakit lagi setelah membongkar radio. Ini membuat bapaknya yang petani marah besar.

Karena keterbatasan ekonomi orangtua, Kusrin hanya tamat sekolah dasar yang ditempuhnya di SDN Pakang, Kecamatan Andong, Boyolali, Jawa Tengah.

Ia lalu merantau ke Jakarta bekerja sebagai tukang bangunan tahun 1998. Di Jakarta, ia sering ke Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, membeli barang-barang elektronik bekas untuk diutak-atik sebagai hobi.

Setelah 3-4 tahun di Jakarta, ia pulang kampung. Sebagian hasil keringatnya dibelikan tape deck rusak dan dua salon (speaker) seharga Rp 80.000. Tape deck itu diperbaikinya lalu dijual Rp 200.000. ”Uangnya saya belikan radio komunikasi FM untuk brik-brikan,” katanya.

KOMPAS/ERWIN EDHI PRASETYA Muhammad Kusrin (36) mengangkat kardus berisi televisi tabung rakitan di tempat usahanya di Desa Jatikuwung, Gondangrejo, Karanganyar, Jawa Tengah, Kamis (14/1/2015).
Dari komunitas radio, Kusrin berkenalan dengan orang yang mengerti elektronik. Kusrin lalu menimba ilmu elektronik dari temannya selama dua tahun. Sebelum membuka usaha sendiri, ia bekerja di tempat perakitan televisi di Solo Baru, Sukoharjo, hampir tujuh tahun. Tahun 2011 ia membuka usaha sendiri.

Usahanya berkembang. Kusrin melabeli televisi rakitannya dengan merek Maxreen, Veloz, dan Zener. Merek Maxreen terinspirasi dari kata sapaan namanya, yaitu Mas Srin, kependekan dari Mas Kusrin. Agar terasa lebih modern diracik menjadi Maxreen. Veloz merupakan usulan dari salah satu toko elektronik yang menjual produk buatan Kusrin, sedangkan Zener dicomotnya dari sebutan komponen elektronika.

Usaha Kusrin tak berlangsung mulus. Tahun 2012, usahanya limbung karena karyawan bagian pemasaran menggelapkan hasil penjualan ratusan unit televisi.

Kusrin tidak menyerah begitu saja. Dibangun lagi usahanya. Ia tak lagi memercayai tenaga pemasaran. Ia berhubungan sendiri dengan toko-toko elektronik untuk memasarkan televisi.

Area pemasaran tidak hanya di Karanganyar, Solo, dan sekitarnya, tetapi sampai ke Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya. Jumlah karyawannya sampai 30 orang. Di bawah bendera UD Haris Elektronika, produksi televisi rakitan Kusrin menyentuh angka 100 unit per hari.

Ketika usahanya mulai tumbuh lagi, aparat Kepolisian Polda Jateng menggerebeknya.

Kusrin berniat mengurus sertifikat SNI ketika itu, tetapi langkahnya kalah cepat dari aparat. Produksi televisi berhenti total. Sebagian besar karyawan dirumahkan. Hanya 13 karyawan dipertahankan untuk memberikan layanan servis kepada konsumen.

”Saya sebenarnya sudah cari informasi, tapi tidak ada yang tahu bagaimana caranya mendapatkan label SNI,” kata Kusrin.

Polisi memberitahunya cara mengurus sertifikat SNI. Kusrin bergegas mendaftarkan tiga merek televisinya untuk mendapat sertifikat SNI ke Surabaya, serta melakukan uji produk di Balai Besar Bahan dan Barang Teknik di Bandung, Jawa Barat.

Setelah menanti tujuh bulan, akhirnya sertifikat SNI digenggamnya. Menteri Perindustrian Saleh Husin menyerahkan sendiri Sertifikat Produk Penggunaan Tanda–Standar Nasional Indonesia (SPPT–SNI) kepada Kusrin di Jakarta, Selasa (19/1/2016).

Setelah mengantongi sertifikat SNI, Kusrin bersiap-siap tancap gas. Ia bahkan telah berancang-ancang memproduksi televisi LED tahun depan ketika pasokan tabung monitor bekas sudah habis. Produksi TV LED direncanakannya menggunakan komponen baru semuanya.

”Sudah siap-siap, tapi semua izin akan diurus dulu, setelah itu baru produksi,” ujar Kusrin.

Ketua Umum Jaringan Kota Kreatif Indonesia Paulus Mintarga berpendapat, usaha Kusrin merupakan wujud nyata ekonomi kreatif yang semestinya didampingi. Apa yang terjadi pada Kusrin hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. ”Tugas pemerintah melalui dinas-dinas terkait mendampingi para pelaku ekonomi kreatif untuk berkembang. Kalau kreatif dan bagus semestinya difasilitasi,” katanya. (Erwin Edhi Prasetya)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Januari 2016, di halaman 1 dengan judul "Dari Utak-atik, Lahir Televisi Mas Kusrin".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com