Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membaca Stiglitz di Era Jokowi

Kompas.com - 24/02/2016, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Konteks sosial dari negara maju seperti Amerika Serikat dan negara berkembang Indonesia, selain memperlihatkan perbedaan juga memiliki persamaan masalah. 

Seperti diuraikan peraih Nobel Ekonomi dan Professor ekonomi Joseph E Stiglitz, bahwa negerinya Amerika saat ini tengah menghadapi krisis ekonomi yang berakar pada problem social inequality (ketimpangan sosial).

Ketimpangan sosial sebagai akar dari krisis tidak hanya dihadapi oleh Amerika, namun juga menjadi persoalan krusial di negeri kita.   

Joseph Stiglitz (2013) dalam karyanya The Price of Inequality: How Today’s Divided Society Endangers our Future menegaskan bahwa di Amerika Serikat 1% orang terkaya menguasai 93% kue pendapatan nasional dibandingkan 99% mayoritas rakyat hanya dapat mengakses sisa dari pendapatan nasional sebesar 7%.

Sementara dalam perhitungan selama tiga dekade 90% tenaga kerja Amerika Serikat hanya naik sebesar 15 % dibandingkan dengan percepatan keuntungan 1% orang terkaya dalam kurun yang sama melesat sampai 150%.

Dengan realitas sosial seperti diatas, Amerika Serikat telah menjadi negeri dengan tingkat ketimpangan sosial begitu tinggi dan tingkat kesetaraan kesempatan yang sangat rendah.

Realitas data statistik di atas menepis dogma ekonomi dominan pro pasar bebas yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh produktivitas ekonomi orang-orang terkaya akan mengalir ke bawah, membawa kemakmuran sekaligus perluasan kesempatan ekonomi dari masyarakat luas.

Apa yang salah dari dinamika perjalanan sistemik kapitalisme kontemporer? Problem tingginya ketimpangan sosial di Amerika Serikat terjadi karena tingkat akumulasi kemakmuran dilakukan melalui proses rent seeking (perburuan rente).

Dalam proses itu orang-orang terkaya menangguk keuntungan dengan mengambil alih jatah dari orang-orang miskin, ketika sirkulasi uang berlangsung pada sektor finansial yang meninggalkan dorongan atas sektor ekonomi produktif.

Sistem ekonomi pasar bebas yang timpang ini terfasilitasi oleh intervensi negara dengan kebijakan-kebijakan pemotongan pajak bagi kaum pengusaha besar, kebijakan moneter yang ramah dengan para spekulan pemburu keuntungan jangka pendek dan kebijakan alokasi anggaran yang anti-subsidi publik.

Ketimpangan Indonesia

Apa yang diutarakan Stiglitz diatas tidak saja relevan untuk membaca realitas ketimpangan sosial di Amerika Serikat. Namun pembacaan diatas merupakan epos dinamika ekonomi-politik yang tengah berlangsung di Indonesia.

Seperti temuan World Bank pada tahun 2015 berjudul Indonesia’s Rising Divide bahwa pertumbuhan ekonomi selama satu dekade terakhir hanya memberi keuntungan bagi sebesar 20% orang-orang terkaya dan meninggalkan sekitar 80% (205 juta jiwa) mayoritas rakyat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bea Cukai Jember Sita 59 Liter Miras Ilegal Bernilai Belasan Juta Rupiah di Kecamatan Silo

Bea Cukai Jember Sita 59 Liter Miras Ilegal Bernilai Belasan Juta Rupiah di Kecamatan Silo

Whats New
IHSG Berakhir di Zona Merah, Rupiah Stabil

IHSG Berakhir di Zona Merah, Rupiah Stabil

Whats New
Laba Bersih PTBA Turun 51,2 Persen Menjadi Rp 5,2 Triliun pada 2023

Laba Bersih PTBA Turun 51,2 Persen Menjadi Rp 5,2 Triliun pada 2023

Whats New
PTBA Bakal Tebar Dividen Rp 4,6 Triliun dari Laba Bersih 2023

PTBA Bakal Tebar Dividen Rp 4,6 Triliun dari Laba Bersih 2023

Whats New
Bos BI: Kenaikan Suku Bunga Berhasil Menarik Modal Asing ke Pasar Keuangan RI

Bos BI: Kenaikan Suku Bunga Berhasil Menarik Modal Asing ke Pasar Keuangan RI

Whats New
Saat Persoalan Keuangan Indofarma Bakal Berujung Pelaporan ke Kejagung

Saat Persoalan Keuangan Indofarma Bakal Berujung Pelaporan ke Kejagung

Whats New
Luhut Perkirakan Pembangunan Bandara VVIP IKN Rampung Tahun Depan

Luhut Perkirakan Pembangunan Bandara VVIP IKN Rampung Tahun Depan

Whats New
5 Hal di CV yang Bikin Kandidat Tampak Lemah di Mata HRD, Apa Saja?

5 Hal di CV yang Bikin Kandidat Tampak Lemah di Mata HRD, Apa Saja?

Work Smart
Cegah Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU Tingkatkan Kerja Sama dengan Bea Cukai

Cegah Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU Tingkatkan Kerja Sama dengan Bea Cukai

Whats New
Pelepasan Lampion Waisak, InJourney Targetkan 50.000 Pengunjung di Candi Borobudur

Pelepasan Lampion Waisak, InJourney Targetkan 50.000 Pengunjung di Candi Borobudur

Whats New
Didukung Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Masih Menjanjikan

Didukung Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Masih Menjanjikan

Whats New
Bangun Smelter Nikel Berkapasitas 7,5 Ton, MMP Targetkan Selesai dalam 15 Bulan

Bangun Smelter Nikel Berkapasitas 7,5 Ton, MMP Targetkan Selesai dalam 15 Bulan

Whats New
Gelar RUPS, Antam Umumkan Direksi Baru

Gelar RUPS, Antam Umumkan Direksi Baru

Whats New
Siap-siap, Antam Bakal Tebar Dividen 100 Persen dari Laba Bersih 2023

Siap-siap, Antam Bakal Tebar Dividen 100 Persen dari Laba Bersih 2023

Whats New
Berkomitmen Sediakan Layanan Digital One-Stop Solution, Indonet Resmikan EDGE2

Berkomitmen Sediakan Layanan Digital One-Stop Solution, Indonet Resmikan EDGE2

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com