Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Grand Indonesia: Kami Tak Menyalahi Perjanjian BOT dengan Hotel Indonesia Natour

Kompas.com - 11/03/2016, 06:55 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Perusahaan properti milik Grup Djarum, PT Grand Indonesia menyatakan tak ada yang salah dengan perjanjian Build, Operate and Transfer (BOT) yang dilakukan dengan BUMN perhotelah, PT Hotel Indonesia Natour.

Penasihat Hukum Grand Indonesia Juniver Girsang menuturkan perjanjian BOT berbeda dengan perjanjian sewa tanah maupun perjanjian pembangunan gedung.

(Kerja Sama dengan Grand Indonesia, BUMN Ini Berpotensi Rugi Rp 1,2 Triliun)

"Artinya pihak mitra Hotel Indonesia, yakni Grand Indonesia, memiliki hak untuk mengembangkan kawasan yang dikerjasamakan tersebut, termasuk membangun berbagai bangunan. Perjanjian yang diteken soalnya bukan kerjasama sewa lahan ataupun pembangunan gedung, tapi BOT," ujarnya saat berkunjung ke kantor Kompas.com, Kamis (11/3/2016).

Perjanjian BOT memberikan hak kepada mitra yang telah mendapatkan konsesi lahan untuk membangun kawasan, kemudian mengoperasikannya. Di akhir kerjasama, kawasan yang telah dibangun itu wajib dikembalikan kepada pemilik lahan, termasuk bangunan yang ada.

"Bahkan saat dikembalikan, semua bangunan yang ada harus di-appraisal, apakah layak atau tidak bangunan yang diserahkan tersebut," lanjut Juniver.

Menurut Juniver, pemerintah melalui Hotel Indonesia Natour sebenarnya sangat diuntungkan dengan skema kerjasama BOT. Lantaran, tidak keluar uang sepeser pun dan langsung menerima uang atau kompensasi atas pemanfaatan kawasan yang ada di area Hotel Indonesia.

Di akhir kerjasama, pemerintah juga telah memiliki gedung yang memiliki nilai bisnis tinggi. "Keuntungan lainnya, Grand Indonesia telah berhasil mengembangkan kawasan Hotel Indonesia menjadi salah satu land mark Jakarta," jelas Juniver.

Model kerjasama ini berbeda dengan sewa lahan. Juniver memaparkan, jika skema yang ditempuh adalah sewa lahan, tidak ada kewajiban dari penyewa untuk menyerahkan bangunan yang telah didirikan kepada pemilik tanah.

"Jika sewa lahan, penyewa bisa saja merobohkan bangunan saat perjanjian selesai. Atau kalau tidak begitu, pemilik lahan harus membeli bangunan yang telah berdiri di lahannya itu kepada pihak penyewa karena klausulnya hanya sewa lahan. Ini berbeda dengan BOT yang harus menyerahkan bangunan yang dibangunnya kepada pemilik tanah tanpa harus membayar," jelas dia.

Demikian juga, BOT berbeda dengan perjanjian pembangunan gedung. Di mana gedung-gedung yang didirikan harus sesuai dengan perjanjian. "Sementara pada BOT, pihak penyewa berhak mengembangkan kawasan tersebut tanpa terikat dengan berapa gedung yang harus dibangun," ungkap Juniver.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting saat Lupa Bawa di ATM

3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting saat Lupa Bawa di ATM

Earn Smart
[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

Whats New
Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com