Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gubernur Aher Pun Terkecoh Akar Wangi

Kompas.com - 19/04/2016, 06:59 WIB

KOMPAS.com - Rona wajah Franz Limiart terlihat sumringah saat berbicara kerajinan akar wangi. Apalagi saat dirinya mengisahkan perjalanan dirinya bersama sang istri, Joanna, mengelola tanaman rumput akar wangi (Vetiveria zizanioides) menjadi barang kerajinan sejak 9 September 1999. "Biar bisa hoki aja tanggal pendiriannya," timpal Joanna dalam perbincangan di rumah sekaligus lokasi usaha kerajinan bernama Zocha Graha Kriya di Jalan Pakuwon Nomor 10, Garut, Jawa Barat.

Bermodalkan uang Rp 500.000, Franz yang kini berusia 50 tahun itu berhasil menjadikan akar wangi sebagai ciri khas kota kelahirannya itu. "Padahal, dulu ada yang bilang bahwa Garut itu ada di Jawa Timur," tutur Frans mengisahkan betapa kota yang dikelilingi oleh sedikitnya delapan kawah dari gunung-gunung di Jawa Barat menuju selatan yakni Guntur, Kamojang, Darajat, Patuha, Papandayan, Talaga Bodas, Karaha, dan Galunggung belum begitu dikenal sebagai sentra akar wangi.

Namun, perjuangan Franz yang rumahnya sekarang cuma sekitar lima menit berjalan kaki dari Kantor Cabang Bank Negara Indonesia (BNI) 46, terbilang membuahkan hasil. Pasalnya, Zocha (diambil dari kata soca, dalam Bahasa Sunda, berarti mata), menjadi destinasi bagi para wisatawan untuk membeli produk-produk berbahan dasar akar wangi yaitu aneka gantungan kunci, boneka, tutup dan alas gelas, bantal, taplak meja, kap lampu, tas, sampai bed cover. (Baca: Akar Wangi hingga Jaket Kulit, Aneka Oleh-oleh Kerajinan dari Garut)

Dalam perkembangannya sekarang, sebagai Kelompok Usaha Bersama (KUB), KUB Zocha Graha Kriya terdiri atas delapan kelompok usaha yang saling terkait dan dikategorikan ke dalam fungsi kerja yang berbeda. Kedelapan kelompok tersebut, yaitu kelompok petani akar wangi, kelompok tenun, kelompok jahit, kelompok bordir, kelompok perajin batok, kelompok perajin bambu, kelompok perajin hiasan kupu-kupu dari bulu itik, dan kelompok perajin bo. Kedelapan kelompok tersebut secara intensif dibina langsung oleh pendiri maupun pemilik beserta general manager agar memiliki teknik dan keterampilan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sehingga mampu menghasilkan produk kerajinan yang berkualitas dan bernilai estetika tinggi.
 
Produk-produk kerajinan yang dihasilkan KUB Zocha Graha Kriya sebagian besar memanfaatkan potensi lokal Kabupaten Garut, yaitu akar wangi sebagai bahan utama pembuatan produknya. Selain itu, dengan kreativitas dan teknik yang dimiliki, UKM ini mengkolaborasikan produk kerajinan akar wangi dengan menghasilkan jenis produk kerajinan lainnya yang terbuat dari batok kelapa, bambu cendani, serta bulu itik.

Pilihan Franz pada akar wangi sepertinya sudah pas. Pasalnya, Garut memang disiapkan menjadi salah satu pusat pengembangan akar wangi di Indonesia. Situs resmi Pemerintah Kabupaten Garut, garutkab.go.id, menunjukkan bahwa budi daya akar wangi di Kabupaten Garut berdasarkan keputusan Bupati Kabupaten Garut Nomor: 520/SK.196-HUK/96 tanggal 6 Agustus 1996.  

Berdasarkan SK itu, ditetapkan luas areal perkebunan akar wangi dan pengembangannya oleh masyarakat mencapai 2.400 hektar (ha) yang tersebar di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Samarang seluas 750 ha, Kecamatan Bayongbong seluas 210 ha, Kecamatan Cilawu seluas 240 ha, dan Kecamatan Leles seluas 750 ha. Berkat SK itu, bisnis kerajinan akar wangi milik Franz memiliki pasokan bahan baku utamanya.

Unggul


Josephus Primus Tempat tisu dari akar wangi produksi Zocha Graha Kriya di Jalan Pakuwon Nomor 10, Garut, Jawa Barat.

Kendati demikian, Franz justru mengaku heran dengan kebijakan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan atau yang karib dipanggil Aher. Pasalnya, aku Franz, meski tidak menjadi ketetapan tertulis, kebijakan Gubernur Aher justru menganggap akar wangi merusak lingkungan. Padahal, pengalamannya menangani lahan seluas 7.000 meter yang ditanami akar wangi justru membuat hama ulat tanah jauh berkurang. "Sebelum ditanami akar wangi, dari lahan seluas itu, saya dapat ulat tanah setengah ember," kata peraih penghargaan  Pengrajin Inovatif Kabupaten Garut tahun 2007.

Masih menurut pengalaman Franz, tumbuhan akar wangi, memunyai panjang akar bisa mencapai enam meter horizontal maupun vertikal. Sehingga, dengan keunikan itu, akar wangi bisa menahan tanah agar tidak longsor. "Beda kan dengan tanaman hortikultura seperti kentang dan wortel," ujar penyuka hobi fotografi ini.

Kemudian, sejauh pengalaman Franz pula, akar wangi bisa tumbuh di mana pun. Tanaman unggul ini hanya membutuhkan kadar salinitas tanah di kisaran 3,5 hingga 11. Itu berarti, akar wangi bisa hidup di atas tanah berketinggian 0 hingga 2800 meter di atas permukaan laut.

Meski mengaku belum paham betul apa yang dimaksud Gubernur Aher, Franz justru dalam suatu kesempatan menyaksikan sendiri Gubernur Aher terkecoh oleh produk kerajinan akar wangi buatannya. Ia bercerita, suatu ketika Gubernur Aher pulang dari umrah membawa sajadah akar wangi. Pada sajadah itu tertulis informasi bahwa alas bersembahyang bagi umat Muslim itu buatan India. "Nih, saya dapat kerajinan (akar wangi) yang lebih bagus," kata Franz menirukan kata-kata Gubernur Aher.

Begitu melihat sajadah tersebut, aku Franz, dirinya cuma tersenyum. "Ah, sajadah itu mah buatan saya. Labelnya saja yang berganti nama," katanya dalam hati.

Josephus Primus Zocha Graha Kriya di Jalan Pakuwon Nomor 10, Garut, Jawa Barat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Earn Smart
Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Whats New
Kembangkan Karier Pekerja, Bank Mandiri Raih Peringkat 1 Top Companies 2024 Versi LinkedIn

Kembangkan Karier Pekerja, Bank Mandiri Raih Peringkat 1 Top Companies 2024 Versi LinkedIn

Whats New
Cara Cek Angsuran KPR BCA secara 'Online' melalui myBCA

Cara Cek Angsuran KPR BCA secara "Online" melalui myBCA

Work Smart
10 Bandara Terbaik di Dunia Tahun 2024, Didominasi Asia

10 Bandara Terbaik di Dunia Tahun 2024, Didominasi Asia

Whats New
Rupiah Melemah, Utang Luar Negeri RI Naik Jadi Rp 6.588,89 Triliun

Rupiah Melemah, Utang Luar Negeri RI Naik Jadi Rp 6.588,89 Triliun

Whats New
Simak, Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Simak, Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Whats New
Pegadaian Catat Penjualan Tabungan Emas Naik 8,33 Persen di Maret 2024

Pegadaian Catat Penjualan Tabungan Emas Naik 8,33 Persen di Maret 2024

Whats New
BUMN Farmasi Ini Akui Tak Sanggup Bayar Gaji Karyawan sejak Maret 2024

BUMN Farmasi Ini Akui Tak Sanggup Bayar Gaji Karyawan sejak Maret 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com